Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
MUKADIMAH
Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, maka rakyat Indonesia dengan ini menetapkan dan mengesahkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia untuk mengantarkan rakyat Indonesia menuju negara yang rakyatnya merdeka lahir dan batin, bersatu, berdaulat, adil dan makmur serta diberkahi Tuhan.
KONSTITUSI NEGARA
Pasal 1
(1) Konstitusi Negara Republik Indonesia adalah Pancasila, Pedoman Ketatanegaraan, dan Undang-Undang Dasar.
(2) Semua peraturan perundang-undangan yang berlaku di Wilayah Negara Republik Indonesia tidak boleh bertentangan dengan Konstitusi Negara.
PANCASILA
Pasal 2
(1) Pancasila adalah Dasar Negara Republik Indonesia dan Idiologi Bangsa Indonesia.
(2) Rumusan Pancasila adalah Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa, Sila Kedua: Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Sila Ketiga: Persatuan Indonesia, Sila Keempat: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, Sila Kelima: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
(3) Rumusan Pancasila yang dimaksud pada ayat (2) adalah salinan dari Rumusan Pancasila yang terdapat pada Bagian Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945.
Pasal 3
(1) Rumusan Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia dirupakan dalam Pedoman Ketatanegaraan Republik Indonesia.
(2) Pedoman Ketatanegaraan adalah hukum positif yang mengatur prinsip-prinsip dalam pembuatan Undang-undang Dasar dan semua peraturan perundang-undangan yang berlaku di Wilayah Negara Republik Indonesia.
Pasal 4
(1) Rumusan Pancasila sebagai Idiologi Bangsa Indonesia dirupakan dalam Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila yang ditetapkan dalam Peraturan Negara.
(2) Dewan Pembinaan Ideologi Pancasila bertugas membantu Presiden dalam merumuskan arah kebijakan umum pembinaan ideologi Pancasila dan melaksanakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian pembinaan ideologi Pancasila secara menyeluruh dan berkelanjutan.
(3) Dewan Pembinaan Ideologi Pancasila berfungsi sebagai pemantau, mengevaluasi, dan mengusulkan langkah strategi untuk memperlancar pelaksanaan pembinaan ideologi Pancasila serta melaksanakan kerja sama dan hubungan antar-lembaga dalam pelaksanaan pembinaan ideologi Pancasila.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Dewan Pembinaan Ideologi Pancasila diatur dalam Peraturan Negara.
Pasal 5
(1) Setiap orang yang hadir pada saat teks pancasila dibacakan, wajib berdiri tegak dengan sikap hormat.
(2) Setiap orang dilarang mengubah teks pancasila dengan kata-kata dan gubahan lain dengan maksud untuk menghina atau merendahkan kehormatan pancasila.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pancasila diatur dalam Peraturan Negara.
LAMBANG NEGARA
Pasal 6
(1) Lambang Negara Indonesia berbentuk Garuda Pancasila yang kepalanya menoleh lurus ke sebelah kanan, perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda.
(2) Kepala Garuda Pancasila yang menoleh lurus ke sebelah kanan bermakna takad bangsa Indonesia untuk selalu membela kebenaran dan keadilan.
(3) Dalam perisai yang dimaksud ayat (1) berisi 5 gambar mensimbulkan 5 Sila dari Pancasila: Bintang, Rantai, Pohon Beringin, Kepala Banteng dan Padi dan Kapas.
(4) Gambar Bintang pada perisai mensimbolkan cahaya orang-orang suci; adalah representasi dari Sila 1 Pancasila, yaitu Ketuhanan yang Maha Esa.
(5) Gambar Rantai pada perisai mensimbolkan persahabatan sesama umat manusia; adalah representasi dari Sila 2 Pancasila, yaitu Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
(6) Gambar Pohon Beringin pada perisai mensimbolkan perlindungan; adalah representasi dari Sila 3 Pancasila, yaitu Persatuan Indonesia.
(7) Gambar Kepala Banteng pada perisai mensimbolkan binatang ternak bertanduk; adalah representasi dari Sila 4 Pancasila, yaitu Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.
(8) Gambar Padi dan Kapas pada perisai mensimbolkan tercukupinya pangan dan papan; adalah representasi dari Sila 5 Pancasila, yaitu Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.
(9) Bhinneka Tunggal Ika yang bermakna "Berbeda-beda tetapi tetap satu jua" adalah semboyan pemersatu bangsa Indonesia yang sepakat bulat menyatukan diri sebagai satu bangsa, sekalipun berasal dari suku, bahasa, agama, dan ras yang berbeda.
(10) Setiap orang dilarang mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan lambang negara.
(11) Ketentuan lebih lanjut mengenai lambang negara diatur dalam Peraturan Negara.
Pasal 7
(1) Lambang Garuda dan Pancasila dimateraikan dalam bentuk relief pada lempengan emas yang tersimpan di Istana Negara.
BENTUK NEGARA
Pasal 8
(1) Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik.
(2) Pembagian kekuasaan antara Pemerintah Pusat dan Daerah diatur dalam Undang-undang Dasar dan Peraturan Negara.
KEDAULATAN NEGARA
Pasal 9
(1) Kedaulatan berada di tangan Tuhan yang kehadiran-Nya diwakili oleh Kepala Negara.
(2) Jabatan Kepala Negara tidak dapat diturunkan kepada ahli warisnya.
(3) Negara berdasar kepada Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.
(4) Setiap warga negara berhak dan wajib dalam mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara.
(5) Setiap warga negara berhak dan wajib dalam segenap upaya menjaga kehormatan bangsa dan negara.
TUJUAN DAN FUNGSI NEGARA
Pasal 10
(1) Tujuan negara adalah terwujudnya negara yang merdeka lahir dan batin, bersatu, berdaulat, aman, tenteram, adil, makmur, dan berkah.
(2) Fungsi negara adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
BENDERA NEGARA
Pasal 11
(1) Bendera Negara Republik Indonesia ialah Sang Merah Putih.
(2) Warna merah dan putih dalam Bendera Negara bermakna keberanian membela kebenaran dan keadilan yang dilandasi oleh kesucian hati; Merah dan putih juga bermakna kebersatuan antara jiwa dan raga dalam segenap aspek kehidupan bangsa dan bernegara.
(3) Bendera Negara Sang Merah Putih berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran lebar 2/3 (dua-pertiga) dari panjang serta bagian atas berwarna merah dan bagian bawah berwarna putih yang kedua bagiannya berukuran sama. Bendera Negara juga dibuat dari kain yang warnanya tidak luntur.
(4) Bendera Negara wajib dikibarkan pada setiap peringatan Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus oleh warga negara yang menguasai hak penggunaan rumah, gedung atau kantor, satuan pendidikan, transportasi umum, dan transportasi pribadi di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan di kantor perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.
(5) Setiap orang dilarang merusak, merobek, menginjak-injak, membakar, mencoret, menulisi, menggambari, atau melakukan perbuatan lain dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan bendera negara.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan bendera negara diatur dalam Peraturan Negara.
Pasal 12
(1) Penggunaan bendera berkebangsaan asing di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah pelanggaran kedaulatan, kecuali hal-hal khusus yang diatur dalam Peraturan Negara.
BAHASA NASIONAL DAN BAHASA NEGARA
Pasal 13
(1) Bahasa Indonesia adalah Bahasa Nasional Indonesia dan Bahasa Negara Republik Indonesia.
(2) Bahasa Indonesia berfungsi sebagai jati diri bangsa, kebanggaan nasional, sarana pemersatu berbagai suku bangsa, serta sarana komunikasi antardaerah dan antarbudaya daerah.
(3) Bahasa Indonesia dipakai sebagai bahasa resmi kenegaraan, pengantar pendidikan, komunikasi tingkat nasional, pengembangan kebudayaan nasional, transaksi dan dokumentasi niaga, serta sarana pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan bahasa media massa.
(4) Negara wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra Indonesia agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, sesuai dengan perkembangan zaman.
(5) Pengembangan, pembinaan, dan pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan oleh lembaga kebahasaan.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai bahasa negara diatur dalam Peraturan Negara.
LAGU KEBANGSAAN
Pasal 14
(1) Lagu Kebangsaan Indonesia adalah Indonesia Raya yang digubah oleh Wage Rudolf Supratman.
(2) Setiap orang yang hadir pada saat Lagu Kebangsaan diperdengarkan dan/atau dinyanyikan, wajib berdiri tegak dengan sikap hormat.
(3) Setiap orang dilarang mengubah Lagu Kebangsaan dengan nada, irama, kata-kata, dan gubahan lain dengan maksud untuk menghina atau merendahkan kehormatan Lagu Kebangsaan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Lagu Kebangsaan diatur dalam Peraturan Negara.
WILAYAH NEGARA
Pasal 15
(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan Peraturan Negara.
(2) Wilayah Negara yang dimaksud pada ayat (1) adalah salah satu unsur negara yang merupakan satu kesatuan wilayah daratan, perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial beserta dasar laut dan tanah di bawahnya, serta ruang udara di atasnya, termasuk seluruh sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya.
(3) Batas Wilayah Negara di darat, perairan, dasar laut dan tanah di bawahnya serta ruang udara di atasnya ditetapkan atas dasar perjanjian bilateral dan/atau trilateral mengenai batas darat, batas laut, dan batas udara serta berdasarkan peraturan perundang-undangan dan hukum internasional.
(4) Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki hak-hak berdaulat dan hak-hak lain di Wilayah Yurisdiksi yang pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan hukum internasional.
(5) Negara berwenang mengatur pengelolaan dan pemanfaatan Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan.
(6) Negara Indonesia berhak melakukan pengelolaan dan pemanfaatan kekayaan alam dan lingkungan laut di laut bebas serta dasar laut internasional yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan hukum internasional.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai wilayah negara diatur dalam Peraturan Negara.
NEGARA DEMOKRASI
Pasal 16
(1) Negara Indonesia adalah negara demokrasi dengan 5 pilar: Pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat, Mahkamah Agung, Dewan Agama, dan Dewan Pers.
(2) Kelima lembaga negara sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) untuk selanjutnya disebut Lembaga Pilar Negara berposisi setara, tidak dapat saling menjatuhkan dan kesemuanya bertanggung jawab kepada Presiden.
(3) Dewan Perwakilan Rakyat memiliki kekuasaan pengawasan atas empat lembaga negara lainnya sebagaimana dimaksud ayat (1).
NEGARA MORAL DAN HUKUM
Pasal 17
(1) Negara Indonesia adalah negara moral dan hukum.
(2) Setiap warga negara berkewajiban menjunjung tinggi nilai-nilai akhlak, etika, dan moral dalam rangka meningkatkan harkat dan martabat kemanusiaan dan berkewajiban menjunjung hukum dengan tidak ada kecualinya.
(3) Setiap warga negara berkewajiban untuk memberikan penghormatan yang layak kepada orang lain sesuai dengan dharma bhaktinya kepada Tuhan, bangsa dan negara dengan urutan sebagai berikut: brahmana, ksatria, waisya, dan sudra.
(4) Setiap warga negara berkewajiban untuk mendahulukan penyelesaian masalah dengan menggunakan nilai-nilai luhur bangsa, dibandingkan dengan penyelesaian secara hukum.
Pasal 18
(1) Setiap warga negara wajib menjauhi lima kejahatan moral: permainan judi, minuman beralkohol berbahaya, narkotika, pencurian, dan perzinahan.
(2) Pegawai negara/pemerintah dan para brahmana yang terbukti secara sah melakukan salah satu dari lima kejahatan moral sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dapat dikenakan hukuman berat dan dipecat dari jabatannya.
Pasal 19
(1) Hukum mengatur dan membatasi kekuasaan negara/pemerintah.
(2) Negara menjamin kepastian hukum. Setiap kebijakan penyelenggara negara/pemerintah harus memiliki landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan.
Pasal 20
(1) Setiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum, dengan perkecualian yang diatur dalam Undang-undang Dasar dan Peraturan Negara.
(2) Pegawai negara/pemerintah adalah penjaga tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia; hendaknya menjadi contoh kongkrit bagi warga negara lainnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dan dalam menjunjung tinggi nilai-nilai akhlak, etika, dan moral.
(3) Pegawai negara/pemerintah yang melakukan tindak pidana hendaknya diberi hukuman yang lebih berat karena posisinya itu.
(4) Peradilan dapat dilaksanakan secara bebas dan tidak memihak, tidak dipengaruhi oleh suatu kekuasaan atau kekuatan lain apapun.
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
Pasal 21
(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri dari Perdana Menteri, para Ketua Partai Politik, Pangab, para Wakil Agama Negara, Ketua Dewan Pers, Ketua Mahkamah Agung, Ketua Dewan Kerajaan, para Raja/Sultan, dan lain-lain yang diatur dalam Peraturan Negara.
(2) Ketua dan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat dipilih dari dan oleh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(3) Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan Konstitusi Negara Republik Indonesia dan menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Majelis Permusyawaratan Rakyat diatur dalam Peraturan Negara.
Pasal 22
(1) Setiap anggota MPR dapat mengajukan usulan pemecatan pejabat negara/pemerintah dibawah jenjang kewenangan Perdana Menteri/Wakil Perdana Menteri kepada hakim atas dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat yang dimaksud.
(2) Setiap anggota MPR dapat mengajukan usulan perbaikan/penambahan atas peraturan perundang-undangan di bawah tingkatan Peraturan Pemerintah.
(3) Hak-hak khusus lainnya dari anggota MPR diatur dalam Peraturan Negara.
Pasal 23
(1) Anggota MPR dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam Peraturan Negara.
KEKUASAAN NEGARA
Pasal
(1) Presiden Republik Indonesia adalah Kepala Negara.
(2) Presiden adalah pemegang kekuasaan tertinggi di Negara Republik Indonesia.
(3) Presiden dan istri adalah simbol negara dan simbol pemersatu bangsa.
(4) Setiap orang dilarang melakukan tindakan penghinaan kepada Presiden dan istri.
Pasal
(1) Presiden memegang jabatan selama tujuh tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali.
(2) Presiden dapat diberhentikan dari jabatannya atas sebab-sebab yang diatur dalam Undang-undang Dasar.
Pasal
(1) Presiden dapat membuat perjanjian dengan negara lain.
(2) Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan peraturan negara harus dengan persetujuan pendapat rakyat melalui mekanisme jajak pendapat rakyat.
(3) Jajak pendapat rakyat sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) dianggap sah apabila diikuti oleh lebih dari 10 juta warga negara yang memiliki hak pilih dan disetujui oleh lebih dari 50% pemilih.
(4) Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan Peraturan Negara.
Pasal
(1) Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum tanpa melibatkan partai politik.
(2) Calon Presiden diusulkan oleh sedikitnya 1 juta warga negara yang memiliki hak pilih sebelum pelaksanaan pemilihan umum.
SYARAT CALON PRESIDEN
Pasal
(1) Calon Presiden adalah orang Indonesia asli, beragama islam, negarawan, dan telah mencapai derajat Manunggaling Kawula Gusti.
(2) Calon Presiden tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden.
(3) Calon Presiden adalah orang non partai dan harus memposisikan diri di atas semua partai politik. Jika anggota partai politik mencalonkan diri sebagai Presiden, maka ia harus melepaskan jabatannya di kepartaian.
(4) Pencapaian derajat Manunggaling Kawula Gusti sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan surat pernyataan dari 3 orang pemuka agama yang telah kasyaf.
(5) Negarawan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan surat pernyataan dari 3 orang raja/sultan dan 3 orang pemuka agama resmi yang berbeda.
Pasal
(1) Jika dalam suatu periode tidak terdapat Calon Presiden yang memenuhi syarat, maka jabatan Presiden dipegang kembali oleh Presiden sebelumnya. Dalam hal Presiden sebelumnya meninggal dunia atau dianggap tidak mampu lagi, maka jabatan Presiden dipegang oleh Komite Pengganti Presiden.
(2) Calon Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dilantik menjadi Presiden.
(3) Dalam hal tidak ada calon Presiden yang memenuhi syarat itu, maka pemilihan umum akan dilakukan lagi dengan peserta dua calon Presiden yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua. calon Presiden yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden.
(4) Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden lebih lanjut diatur Peraturan Negara.
PELANTIKAN PRESIDEN
Pasal
(1) Pelantikan Presiden dilakukan dihadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(2) Sebelum memangku jabatannya, Presiden bersumpah dengan sungguh-sungguh dihadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai berikut:
Sumpah Presiden : "Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Konstitusi Negara Indonesia serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa”
(3) Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak dapat mengadakan sidang, Presiden bersumpah dengan sungguh-sungguh di hadapan pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Konstitusi.
PEMBERHENTIAN JABATAN PRESIDEN
Pasal
(1) Setiap warga negara dapat mengajukan pemberhentian Jabatan Presiden dengan mengajukan jajak pendapat rakyat apabila Presiden terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden.
(2) Jajak pendapat rakyat sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dianggap sah apabila diajukan oleh lebih dari 9999 orang, diikuti oleh lebih dari 50% warga negara yang memiliki hak pilih dan disetujui oleh lebih dari 50% pemilih.
(3) Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadil-adilnya terhadap pendapat rakyat tersebut paling lama sembilan puluh hari setelah pendapat rakyat diterima oleh Mahkamah Konstitusi.
(4) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden, Mahkamah Konstitusi menetapkan pemberhentian Presiden dari jabatannya.
KEKUASAAN PEMERINTAH
Pasal
(1) Perdana Menteri Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan.
(2) Dalam melakukan kewajibannya Perdana Menteri dibantu oleh satu orang Wakil Perdana Menteri.
Pasal
(1) Perdana Menteri dan Wakil Perdana Menteri memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.
(2) Perdana Menteri/Wakil Perdana Menteri dapat diberhentikan dari jabatannya atas sebab-sebab yang diatur dalam Undang-undang Dasar.
Pasal
(1) Perdana Menteri dapat membuat perjanjian dengan negara lain.
(2) Perdana Menteri dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan Peraturan Pemerintah harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan Peraturan Negara.
SYARAT CALON PERDANA MENTERI DAN WAKIL PERDANA MENTERI
Pasal
(1) Calon Perdana Menteri/Wakil Perdana Menteri adalah orang Indonesia asli yang beragama islam.
(2) Calon Perdana Menteri/Wakil Perdana Menteri tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Perdana Menteri/Wakil Perdana Menteri.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat Calon Perdana Menteri/Wakil Perdana Menteri diatur dalam Peraturan Negara.
Pasal
(1) Perdana Menteri dan Wakil Perdana Menteri dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.
(2) Pasangan calon Perdana Menteri dan Wakil Perdana Menteri diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.
Pasal
(1) Pasangan calon Perdana Menteri dan Wakil Perdana Menteri yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Perdana Menteri dan Wakil Perdana Menteri.
(2) Dalam hal tidak ada pasangan calon Perdana Menteri dan Wakil Perdana Menteri terpilih dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Perdana Menteri dan Wakil Perdana Menteri.
(3) Tata cara pelaksanaan pemilihan Perdana Menteri dan Wakil Perdana Menteri lebih lanjut diatur Peraturan Negara.
PELANTIKAN PERDANA MENTERI DAN WAKIL PERDANA MENTERI
Pasal
(1) Pelantikan Perdana Menteri dan Wakil Perdana Menteri dilakukan dihadapan Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.
(2) Sebelum memangku jabatannya, Perdana Menteri dan Wakil Perdana Menteri bersumpah dengan sungguh-sungguh dihadapan Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut:
Sumpah Perdana Menteri (Wakil Perdana Menteri):
"Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Perdana Menteri Republik Indonesia (Wakil Perdana Menteri Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Pancasila dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya serta berbakti, kepada Nusa dan Bangsa”.
(3) Jika Dewan Perwakilan Rakyat tidak dapat mengadakan sidang, Perdana Menteri dan Wakil Perdana Menteri bersumpah dengan sungguh-sungguh di hadapan Presiden dengan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Konstitusi.
PEMBERHENTIAN JABATAN PERDANA MENTERI/WAKIL PERDANA MENTERI
Pasal
(1) Perdana Menteri dan/atau Wakil Perdana Menteri dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Perdana Menteri dan/atau Wakil Perdana Menteri.
(2) Usul pemberhentian Perdana Menteri dan/atau Wakil Perdana Menteri dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Perdana Menteri dan/atau Wakil Perdana Menteri telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Perdana Menteri dan/atau Wakil Perdana Menteri tidak lagi memenuhi syarat sebagai Perdana Menteri dan/atau Wakil Perdana Menteri.
Pasal
(1) Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Perdana Menteri dan/atau Wakil Perdana Menteri telah melakukan pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Perdana Menteri dan/atau Wakil Perdana Menteri adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat.
(2) Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadil-adilnya terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama sembilan puluh hari setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi.
(4) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Perdana Menteri dan/atau Wakil Perdana Menteri terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa Perdana Menteri dan/atau Wakil Perdana Menteri tidak lagi memenuhi syarat sebagai Perdana Menteri dan/atau Wakil Perdana Menteri, Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan sidang istimewa untuk menetapkan pemberhentian Perdana Menteri dan/atau Wakil Perdana Menteri.
Pasal
(1) Setiap warga negara dapat mengajukan pemberhentian jabatan Perdana Menteri/Wakil Perdana Menteri dengan mengajukan jajak pendapat rakyat yang didukung oleh lebih dari lima puluh persen warga negara yang memiliki hak pilih apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Perdana Menteri/Wakil Perdana Menteri.
(2) Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadil-adilnya terhadap pendapat rakyat tersebut paling lama sembilan puluh hari setelah pendapat rakyat diterima oleh Mahkamah Konstitusi.
(3) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Perdana Menteri/Wakil Perdana Menteri terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa Perdana Menteri/Wakil Perdana Menteri tidak lagi memenuhi syarat sebagai Perdana Menteri/Wakil Perdana Menteri, Mahkamah Konstitusi menetapkan pemberhentian Perdana Menteri/Wakil Perdana Menteri dari jabatannya.
Pasal
(1) Jika Perdana Menteri mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Perdana Menteri sampai habis masa jabatannya.
(2) Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Perdana Menteri, selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari, Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Wakil Perdana Menteri dari dua calon yang diusulkan oleh Perdana Menteri.
(3) Jika Perdana Menteri dan Wakil Perdana Menteri mangkat, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, pelaksana tugas Kepala Pemerintah adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Pangab secara bersama-sama. Selambat-lambatnya tiga puluh hari setelah itu, Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Perdana Menteri dan Wakil Perdana Menteri dari dua pasangan calon Perdana Menteri dan Wakil Perdana Menteri yang diusulkan oleh partai polotik yang psangan calon Perdana Menteri dan Wakil Perdana Menterinya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai akhir masa jabatannya.
KEMENTERIAN
Pasal
(1) Dalam melaksanakan tugasnya, Perdana Menteri membentuk Kementerian yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
(2) Untuk kepentingan sinkronisasi dan koordinasi urusan Kementerian, Perdana Menteri dapat membentuk Kementerian koordinasi.
(3) Kementerian berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia.
(4) Kementerian berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Perdana Menteri.
(5) Setiap Kementerian dipimpin oleh seorang Menteri yang diangkat dan diberhentikan oleh Perdana Menteri.
(6) Menteri dilarang merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; pimpinan organisasi yang dibiayai negara/pemerintah; atau pimpinan partai politik.
(7) Ketentuan lebih lanjut tentang kementerian diatur dalam Peraturan Negara.
PEMERINTAH DAERAH
Pasal
(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan Peraturan Negara.
(2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
(3) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
(4) Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis.
(5) Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Peraturan Negara ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.
Pasal
(1) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
(2) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam Peraturan Negara.
Pasal
(1) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan Peraturan Negara dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.
(2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan Peraturan Negara.
Pasal
(1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Peraturan Negara.
(2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam Peraturan Negara.
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
Pasal
(1) Dewan Perwakilan Rakyat dibentuk dengan tujuan sebagai wadah bagi partai politik untuk memperjuangkan aspirasi mereka dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
(2) Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan.
(3) Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat.
(4) Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, serta hak imunitas.
(5) Semua rapat Dewan Perwakilan Rakyat dilaksanakan secara terbuka, kecuali yang diatur dalam Peraturan Negara.
(6) Ketentuan lebih lanjut tentang Dewan Perwakilan Rakyat diatur dalam Peraturan Negara.
Pasal
(1) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum.
(2) Susunan Dewan Perwakilan Rakyat diatur dengan Peraturan Negara.
(3) Dewan Perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.
Pasal
(1) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam Peraturan Negara.
PEMBUBARAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
Pasal
(1) Setiap warga negara dapat mengajukan Pembubaran Dewan Perwakilan Rakyat dengan mengajukan jajak pendapat rakyat yang didukung oleh lebih dari lima puluh persen warga negara yang memiliki hak pilih dengan sebab-sebab yang diatur dalam Peraturan Negara.
(2) Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan untuk menyetujui atau menolak pendapat rakyat yang dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam hal pendapat rakyat sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) disetujui oleh Mahkamah Konstitusi, maka Presiden menetapkan pembubaran Dewan Perwakilan Rakyat.
KEKUASAAN KEHAKIMAN
Pasal
(1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
(2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
(3) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam Peraturan Negara.
(4) Syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diperhentikan sebagai hakim ditetapkan dengan Peraturan Negara.
Pasal
(1) Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh Peraturan Negara.
(2) Hakim agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum.
Pasal
(1) Calon hakim agung dipilih dan diangkat oleh Presiden.
(2) Ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
(3) Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah Agung serta badan peradilan di bawahnya diatur dalam Peraturan Negara.
MAHKAMAH KONSTITUSI
Pasal
(1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang Dasar dan Pendapat Rakyat terhadap Pancasila, Pedoman Ketatanegaraan, dan Undang-Undang Dasar; memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar dan Peraturan Negara; memutus pembubaran partai politik; memutus pembubaran Dewan Perwakilan Rakyat; dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Pasal
(1) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat rakyat mengenai dugaan pelanggaran hukum oleh Presiden, Perdana Menteri, Wakil Perdana Menteri, atau Dewan Perwakilan Rakyat menurut Undang-Undang Dasar.
(2) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran hukum oleh Perdana Menteri dan/atau Wakil Perdana Menteri menurut Undang-Undang Dasar.
Pasal
(1) Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang dipilih dan diangkat oleh Presiden.
(2) Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
(3) Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara.
(4) Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur dalam Peraturan Negara.
DEWAN AGAMA
Pasal
(1) Untuk mengatur kehidupan beragama yang rukun dan damai, maka dibentuk suatu Dewan Agama yang anggotanya adalah perwakilan dari setiap agama yang sah, dan lain-lain yang diatur dalam Peraturan Negara.
(2) Dewan Agama berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
(3) Ketua Dewan Agama diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
(4) Dewan Agama membantu Presiden dalam merumuskan kebijakan negara dan strategi nasional jangka panjang dan menengah serta melakukan evaluasi kebijakan negara dalam bidang agama.
(5) Dewan Agama mengadakan penelitian dan penyelidikan serta menyusun laporan tentang agama.
(6) Dewan Agama dapat memberikan nasihat dan pertimbangan kepada negara/pemerintah dalam pelaksanaan kebijakan negara/pemerintah dalam bidang agama baik diminta ataupun tidak.
(7) Dalam melaksanakan tugasnya, Dewan Agama dapat meminta informasi dari lembaga negara dan lembaga pemerintah yang terkait.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai Dewan Agama diatur dalam Peraturan Negara.
DEWAN PERS
Pasal
(1) Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional, dibentuk Dewan Pers.
(2) Dewan Pers berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
(3) Anggota Dewan Pers dipilih dan diangkat oleh Presiden.
(4) Ketua Dewan Pers diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Dewan Pers diatur dalam Peraturan Negara.
PERTAHANAN DAN KEAMANAN NEGARA
Pasal
(1) Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.
(2) Presiden menyatakan perang atau membuat perdamaian dengan negara lain
(3) Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan Peraturan Negara.
ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA
Pasal
(1) Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) adalah alat negara yang terdiri dari Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(2) ABRI memiliki posisi sejajar dengan Lembaga Pilar Negara.
(3) Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara.
(3) Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga kemanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.
(4) Ketentuan lebih lanjut tentang Angkatan Bersenjara Republik Indonesia diatur dengan Peraturan Negara.
Pasal
(1) Panglima Angkatan Bersenjara Republik Indonesia (Pangab) adalah pejabat yang menjadi pucuk pimpinan dari Angkatan Bersenjara Republik Indonesia.
(2) Pangab memiliki wewenang komando operasional militer untuk menggerakkan pasukan atau alat negara.
(3) Dalam pengerahan dan penggunaan kekuatan militer, Pangab berkedudukan di bawah Presiden.
(4) Pangab diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
Pasal
(1) Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KASAD) adalah pejabat yang menjadi pimpinan di Markas Besar TNI Angkatan Darat yang berada di bawah Angkatan Bersenjara Republik Indonesia.
(2) Kepala Staf TNI Angkatan Darat bertanggungjawab kepada Panglima Angkatan Bersenjara Republik Indonesia (Pangab).
(3) KASAD diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
Pasal
(1) Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) adalah jabatan tertinggi di lingkungan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) yang berpusat di Markas Besar TNI Angkatan Laut.
(2) Kepala Staf TNI Angkatan Laut bertanggungjawab kepada Panglima Angkatan Bersenjara Republik Indonesia (Pangab).
(3) KSAL diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
Pasal
(1) Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) adalah pejabat yang menjadi pimpinan di Markas Besar TNI Angkatan Udara yang berada di bawah Markas Besar Angkatan Bersenjara Republik Indonesia.
(2) Kepala Staf TNI Angkatan Udara bertanggungjawab kepada Panglima Angkatan Bersenjara Republik Indonesia (Pangab).
(3) KSAU diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
Pasal
(1) Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) adalah pejabat yang menjadi pimpinan tertinggi dalam organisasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
(2) Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia bertanggungjawab kepada Panglima Angkatan Bersenjara Republik Indonesia (Pangab).
(3) Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
Pasal
(1) Anggota ABRI tidak menggunakan hak memilih dan dipilih.
(2) Anggota ABRI hanya bisa menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas ketentaraan/kepolisian.
WAJIB BELA NEGARA
Pasal
(1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
(2) Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Indonesia Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung.
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang Wajib Bela Negara diatur dengan Peraturan Negara.
PERSATUAN INDONESIA
Pasal
(1) Negara berdasar kepada Persatuan Indonesia.
(2) Setiap warga negara berkewajiban menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
(3) Setiap warga negara berkewajiban mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa; mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia; dan rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB
Pasal
(1) Negara berdasar kepada Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.
(2) Negara mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
(3) Bangsa Indonesia adalah bagian dari seluruh umat manusia yang memiliki persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan kebangsaan, agama, dan warna kulit.
(4) Negara berperan aktif dalam upaya-upaya menegakkan kebenaran dan keadilan di seluruh muka bumi atas dasar nilai-nilai kemanusiaan.
HUBUNGAN LUAR NEGERI
Pasal
(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia berperan aktif dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial;
(2) Negara Kesatuan Republik Indonesia melindungi kepentingan warga negara atau badan hukum Indonesia yang menghadapi permasalahan hukum dengan negara asing atau perwakilan negara asing di Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan, ketentuan hukum dan kebiasaan internasional.
Pasal
(1) Hubungan Luar Negeri dan Politik Luar Negeri didasarkan pada Konstitusi dan Garis-garis Besar Haluan Negara untuk mencapai tujuan negara.
Pasal
(1) Hubungan luar negeri didasarkan pada asas kesamaan derajat, saling menghormati, dan saling menguntungkan.
(2) Hubungan Luar Negeri adalah setiap kegiatan yang menyangkut aspek regional dan internasional yang dilakukan oleh Negara, Pemerintah di tingkat pusat dan daerah, atau lembaga-lembaganya, lembaga negara, badan usaha, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau warga negara Indonesia.
Pasal
(1) Politik Luar Negeri menganut prinsip bebas aktif tanpa mengabaikan kepentingan nasional.
(2) Politik Luar Negeri adalah kebijakan, sikap, dan langkah Negara Keesatuan Republik Indonesia yang diambil dalam melakukan hubungan dengan negara lain, organisasi internasional, dan subyek hukum internasional lainnya dalam rangka menghadapi masalah internasional guna mencapai tujuan nasional.
(3) Politik Luar Negeri dilaksanakan melalui diplomasi yang kreatif, aktif, dan antisipatif, tidak sekedar rutin dan reaktif, teguh dalam prinsip dan pendirian, serta rasional dan luwes dalam pendekatan.
DUTA DAN KONSUL
Pasal
(1) Perdana Menteri mengangkat duta dan konsul.
(2) Dalam hal mengangkat duta, Perdana Menteri memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden.
(3) Perdana Menteri menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden.
(4) Ketentuan lebih lanjut tentang duta dan konsul diatur dengan Peraturan Negara.
WARGA NEGARA DAN PENDUDUK
Pasal
(1) Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan Peraturan Negara sebagai warga negara.
(2) Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.
(3) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
(4) Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dalam peraturan negara.
Pasal
(1) Setiap orang wajib menghormati hak orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dasar dan peraturan negara dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
Pasal
(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, harkat, martabat, dan harta benda yang dimilikinya.
(2) Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.
(3) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.
(4) Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
(5) Setiap orang berhak untuk untuk mengembangkan diri, berinisiatif, dan berdaya kreasi dalam batas-batas yang tidak merugikan kepentingan umum.
(6) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
HAK BERSERIKAT, BERKUMPUL DAN BERPENDAPAT
Pasal
(1) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
(2) Negara memberikan perlindungan hukum kepada setiap warga negara, agar terjaminnya hak mengeluarkan pendapat.
HAK MILIK PRIBADI
Pasal
(1) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun, kecuali yang diatur dalam undang-undang dasar dan peraturan negara.
(2) Pemanfaatan hak milik pribadi tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum.
HAK ATAS PEKERJAAN
Pasal
(1) Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
(2) Setiap warga negara berhak atas kebebasan memilih pekerjaan yang dikehendakinya.
PEMILIHAN UMUM
Pasal
(1) Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
(2) Pemilihan umum diselenggarakan lima tahun sekali untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Perdana Menteri dan Wakil Perdana Menteri; dan tujuh tahun sekali untuk memilih Presiden.
(3) Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu Komisi Pemilihan Umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
(4) Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan Peraturan Negara.
PENGHARGAAN NEGARA
Pasal
(1) Presiden memberi penghargaan negara kepada warga negara yang patut mendapatkannya atas jasa-jasa yang telah didarmabaktikan bagi kejayaan dan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk menumbuhkan kebanggaan, sikap keteladanan, semangat kejuangan, dan motivasi untuk meningkatkan darmabakti kepada bangsa dan negara.
(2) Penghargaan negara yang dimaksud terdiri dari gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan.
(3) Penghargaan negara diberikan berdasarkan asas: kebangsaan, kemanusiaan, kerakyatan, keadilan, keteladanan, kehati-hatian, keobjektifan, keterbukaan, kesetaraan, dan timbal balik.
(4) Setiap penerima penghargaan negara berhak atas penghormatan dari negara dan bangsa.
(5) Presiden membentuk Dewan Penghargaan Negara yang bertugas memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pemberian penghargaan negara.
(6) Dewan Penghargaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
(7) Anggota Dewan Penghargaan Negara dipilih dan diangkat oleh Presiden.
(8) Ketua Dewan Penghargaan Negara diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai penghargaan negara diatur dalam Peraturan Negara.
GRASI
Pasal
(1) Grasi adalah pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan oleh Presiden.
(2) Terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
(3) Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, terpidana dapat mengajukan permohonan grasi kepada Presiden.
(4) Permohonan grasi tidak menunda pelaksanaan putusan pemidanaan bagi terpidana, kecuali dalam hal putusan pidana mati.
(5) Presiden memberi grasi dengan memperhatikan rasa kemanusian yang adil dan beradab dan pertimbangan Mahkamah Agung.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai grasi diatur dalam Peraturan Negara.
REHABILITASI
Pasal
(1) Rehabilitasi adalah hak seorang untuk mendapat pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan perturan perundang-undangan atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan.
(2) Seorang berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh pengadilan diputus bebas atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
(3) Rehabilitasi tersebut diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai rehabilitasi diatur dalam Peraturan Negara.
AMNESTI DAN ABOLISI
Pasal
(1) Presiden, atas kepentingan negara, dapat memberi amnesti dan abolisi kepada orang-orang yang telah melakukan sesuatu tindakan pidana setelah mendapat nasihat tertulis dari Mahkamah Agung.
(2) Dengan pemberian amnesti maka semua akibat terhadap orang-orang yang dimaksud diatas itu dihapuskan; Dengan pemberian abolisi maka penuntutan terhadap orang-orang itu ditiadakan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai amnesti dan abolisi diatur dalam Peraturan Negara.
PERS/MEDIA MASSA
Pasal
(1) Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional, dibentuk Dewan Pers.
(2) Ketua Dewan Pers dipilih dan diberhentikan oleh Presiden.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Dewan Pers diatur dalam Peraturan Negara.
Pasal
(1) Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
(2) Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan informasi.
(3) Kantor berita adalah perusahaan pers yang melayani media cetak, media elektronik, atau media lainnya serta masyarakat umum dalam memperoleh informasi.
(4) Penyensoran adalah penghapusan secara paksa sebagian atau seluruh materi informasi yang akan diterbitkan atau disiarkan, atau tindakan teguran atau peringatan yang bersifat mengancam dari pihak manapun, dan atau kewajiban melapor, serta memperoleh izin dari pihak berwajib, dalam pelaksanaan kegiatan jurnalistik.
(5) Pembredelan atau pelarangan penyiaran adalah penghentian penerbitan dan peredaran atau penyiaran secara paksa atau melawan hukum.
Pasal
(1) Kemerdekaan Pers adalah wujud dari prinsip demokrasi, prinsip keadilan, dan prinsip keterbukaan.
(2) Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran, kecuali yang diatur dalam Undang-undang Dasar dan Peraturan Negara.
(3) Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah.
(4) Untuk mengembangkan pemberitaan ke dalam dan ke luar negeri, setiap warga negara Indonesia dan negara dapat mendirikan kantor berita.
(5) Peredaran pers asing dan pendirian perwakilan perusahaan pers asing di Indonesia disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal
(1) Setiap warga negara dapat mengajukan pembredelan pers dengan mengajukan jajak pendapat rakyat yang didukung oleh lebih dari 1 juta warga negara yang memiliki hak pilih dengan sebab-sebab yang diatur dalam Peraturan Negara.
(2) Mahkamah Agung memiliki kewenangan untuk menyetujui atau menolak pendapat rakyat yang dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam hal pendapat rakyat sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) disetujui oleh Mahkamah Agung, maka Pemerintah menetapkan pembredelan pers yang dimaksud.
PARTAI POLITIK
Pasal
(1) Partai Politik yang selanjutnya disebut Parpol adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Konstitusi Negara.
(2) Tujuan Partai Politik adalah meningkatkan partisipasi politik anggota dan masyarakat dalam rangka penyelenggaraan kegiatan politik dan pemerintahan; memperjuangkan cita-cita partai politik; dan membangun etika dan budaya politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(3) Fungsi dari Parpol adalah sebagai sarana pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; dan penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat; sarana penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara; sarana partisipasi politik warga negara Indonesia; dan sarana rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.
(4) Pendidikan Politik yang dimaksud pada ayat (3) adalah proses pembelajaran dan pemahaman tentang hak, kewajiban, dan tanggung jawab setiap warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
(5) Parpol berhak ikut serta dalam pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Presiden, Perdana Menteri dan Wakil Perdana Menteri, serta kepala daerah dan wakil kepala daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
(6) Asas parpol tidak boleh bertentangan dengan Konstitusi Negara.
(7) parpol dapat mencantumkan ciri tertentu yang mencerminkan kehendak dan cita-cita parpol yang tidak bertentangan dengan Konstitusi Negara.
(8) Asas dan ciri parpol sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) merupakan penjabaran dari Konstitusi.
(9) Parpol dilarang melakukan kegiatan yang bertentangan dengan Konstitusi dan peraturan perundang-undangan; dan atau melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan dan keselamatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(10) Parpol dilarang mendirikan badan usaha dan/atau memiliki saham suatu badan usaha.
(11) Parpol bubar apabila membubarkan diri atas keputusan sendiri; menggabungkan diri dengan Partai Politik lain; atau dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi.
Pasal
(1) Parpol dapat dibubarkan jika terbukti secara sah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, melakukan tindakan kejahatan dan atau kekerasan terorganisir, dan hal-hal lain yang diatur dengan Peraturan Negara.
(2) Setiap warga negara dapat mengajukan pembubaran parpol nasional dengan mengajukan jajak pendapat rakyat yang didukung oleh lebih dari seratus ribu warga negara yang memiliki hak pilih apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1)
(3) Setiap warga negara dapat mengajukan pembubaran parpol daerah dengan mengajukan jajak pendapat rakyat yang didukung oleh lebih dari sepuluh ribu warga negara yang memiliki hak pilih apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1)
(4) Setiap anggota MPR, dan pejabat negara/pemerintah minimal setingkat menteri dapat mengajukan pembubaran parpol apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1)
(5) Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadil-adilnya terhadap ajuan yang dimaksud paling lama sembilan puluh hari setelah pendapat rakyat diterima oleh Mahkamah Konstitusi.
(6) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa parpol terbukti melakukan pelanggaran hukum sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), Mahkamah Konstitusi dapat menetapkan pembubaran parpol.
LEMBAGA AGAMA
Pasal
(1) Lembaga Agama adalah organisasi yang dibentuk oleh umat beragama dengan maksud untuk memajukan suatu kepentingan hidup beragama yang ada didalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(2) Lembaga Agama adalah wadah untuk menjalankan kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat, dalam rangka berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Konstitusi Negara Indonesia.
(3) Negara/pemerintah dilarang mencampuri urusan internal lembaga agama, kecuali yang diatur dalam Undang-undang Dasar dan Peraturan Negara.
(4) Asas Lembaga Agama tidak boleh bertentangan dengan Konstitusi Negara.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Lembaga Agama diatur dalam Peraturan Negara.
Pasal
(1) Lembaga Agama dapat dibubarkan jika terbukti secara sah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, melakukan tindakan kejahatan dan atau kekerasan terorganisir; mengajarkan ajaran sesat, amoral, dan atau radikal, dan hal-hal lain yang diatur dengan Peraturan Negara.
(2) Setiap warga negara dapat mengajukan pembubaran Lembaga Agama nasional dengan mengajukan jajak pendapat rakyat yang didukung oleh lebih dari seratus ribu warga negara yang memiliki hak pilih apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1)
(3) Setiap warga negara dapat mengajukan pembubaran Lembaga Agama daerah dengan mengajukan jajak pendapat rakyat yang didukung oleh lebih dari sepuluh ribu warga negara yang memiliki hak pilih apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1)
(4) Setiap anggota MPR, anggota DPR, dan pejabat negara/pemerintah minimal setingkat menteri dapat mengajukan pembubaran Lembaga Agama nasional apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1)
(5) Setiap anggota DPRD, dan pejabat negara/pemerintah minimal setingkat bupati/walikota dapat mengajukan pembubaran Lembaga Agama daerah apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1)
(6) Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadil-adilnya terhadap ajuan yang dimaksud paling lama sembilan puluh hari setelah pendapat rakyat diterima oleh Mahkamah Konstitusi.
(7) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Lembaga Agama terbukti melakukan pelanggaran hukum sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), Mahkamah Konstitusi dapat menetapkan pembubaran Lembaga Agama.
ORGANISASI KEMASYARAKATAN
Pasal
(1) Organisasi Kemasyarakatan yang selanjutnya disebut Ormas adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Konstitusi Negara Indonesia.
(2) Ormas adalah wadah untuk menjalankan kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat, dalam rangka berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Konstitusi Negara Indonesia.
(3) Asas Ormas tidak boleh bertentangan dengan Konstitusi Negara.
(4) Ormas dapat mencantumkan ciri tertentu yang mencerminkan kehendak dan cita-cita Ormas yang tidak bertentangan dengan Konstitusi Negara.
(5) Asas dan ciri Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) merupakan penjabaran dari Konstitusi.
(6) Ormas bersifat sukarela, sosial, mandiri, nirlaba, dan demokratis.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai Ormas diatur dalam Peraturan Negara.
Pasal
(1) Ormas dapat dibubarkan jika terbukti secara sah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, melakukan tindakan kejahatan dan atau kekerasan terorganisir, dan hal-hal lain yang diatur dengan Peraturan Negara.
(2) Setiap warga negara dapat mengajukan pembubaran ormas nasional dengan mengajukan jajak pendapat rakyat yang didukung oleh lebih dari seratus ribu warga negara yang memiliki hak pilih apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1)
(3) Setiap warga negara dapat mengajukan pembubaran ormas daerah dengan mengajukan jajak pendapat rakyat yang didukung oleh lebih dari sepuluh ribu warga negara yang memiliki hak pilih apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1)
(4) Setiap anggota MPR, anggota DPR, dan pejabat negara/pemerintah minimal setingkat menteri dapat mengajukan pembubaran ormas nasional apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1)
(5) Setiap anggota DPRD, dan pejabat negara/pemerintah minimal setingkat bupati/walikota dapat mengajukan pembubaran ormas daerah apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1)
(6) Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadil-adilnya terhadap ajuan yang dimaksud paling lama sembilan puluh hari setelah pendapat rakyat diterima oleh Mahkamah Konstitusi.
(7) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa ormas terbukti melakukan pelanggaran hukum sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), Mahkamah Konstitusi dapat menetapkan pembubaran ormas.
HAK INISIATIF RAKYAT DAN HAK JAJAK PENDAPAT RAKYAT
Pasal
(1) Setiap warga negara yang telah memiliki hak pilih mempunyai hak yang sama dalam mengajukan hak inisiatif rakyat dan hak jajak pendapat rakyat.
(2) Hak inisiatif rakyat adalah hak yang memungkinkan setiap warga negara dapat mengajukan suatu rancangan peraturan perundang-undangan.
(3) Hak jajak pendapat rakyat adalah hak yang memungkinkan setiap warga negara dapat memberikan pendapatnya dalam menyikapi pelaksanaan peraturan perundang-undangan dan atau menyikapi kebijakan pejabat negara/pemerintah.
(4) Hak inisiatif rakyat dan hak jajak pendapat rakyat dianggap sebagai pendapat rakyat yang sah jika didukung oleh sejumlah tertentu warga negara yang telah memiliki hak pilih.
(5) Untuk meraih dukungan warga negara, pengusul hak inisiatif rakyat dan hak jajak pendapat rakyat dapat meminta dukungan sponsor.
(6) Sponsor yang dimaksud pada ayat (1) adalah lembaga, tokoh masyarakat, pejabat negara/pemerintah yang mendukung usulan hak inisiatif rakyat/hak jajak pendapat rakyat dan menyepakati untuk menjadi sponsor.
(7) Setiap warga negara dapat mengirimkan surat dukungan atau surat penolakan sebagai tanggapan atas suatu pelaksanaan hak inisiatif rakyat atau hak jajak pendapat rakyat untuk mempengaruhi warga negara lain dalam menentukan pilihannya.
(8) Dalam dokumen pelaksanaan hak inisiatif rakyat dan hak jajak pendapat rakyat dicantumkan dengan jelas nama pengusul, sponsor dan lampiran berupa semua surat dukungan dan semua surat penolakan.
(9) Pemerintah wajib menyediakan sebuah sistem pengelolaan hak inisiatif rakyat dan jajak pendapat rakyat yang wajar, adil, dan transparan.
(10) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak inisiatif rakyat dan jajak pendapat rakyat diatur dalam Peraturan Negara.
DEMONSTRASI RAKYAT
Pasal
(1) Unjuk rasa atau demonstrasi adalah sebuah gerakan protes yang dilakukan sekumpulan orang di hadapan umum, sebagai perwujudan dari berkumpul dan mengeluarkan pendapat yang dilindungi oleh Undang-undang Dasar.
(2) Setiap warga negara berhak untuk ikut serta dalam demonstrasi yang memperjuangkan aspirasi mereka dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
(3) Setiap orang dilarang membawa senjata tajam dan atau senjata lain yang dapat membahayakan keselamatan umum dalam kegiatan demonstrasi yang dimaksud ayat (1)
(4) Setiap orang dilarang melakukan kerusuhan, pembakaran, penjarahan, dan perbuatan melanggar hukum lainnya dalam kegiatan demonstrasi yang dimaksud ayat (1)
(5) Negara wajib menjaga ketertiban kegiatan demonstrasi yang dimaksud ayat (1)
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai demonstrasi diatur dalam Peraturan Negara.
AGAMA
Pasal
(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pasal
(2) Agama Negara adalah agama yang bersatus resmi sebagai identitas dan falsafah utama bangsa dan negara Republik Indonesia.
(3) Agama Negara Republik Indonesia adalah Islam, Kristen (Protestan), Katolik, Hindu, Budha dan Khong Hu Cu (Confusius).
(4) Negara menjadikan kitab suci agama negara sebagai salah satu sumber rujukan dalam penyusunan peraturan perundang-undangan.
(5) Setiap agama negara berhak memiliki 1 orang wakil yang duduk sebagai anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai agama negara diatur dalam Peraturan Negara.
Pasal
(1) Agama yang sah adalah agama negara dan agama lain yang ditetapkan sebagai agama yang sah oleh Peraturan Negara.
(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama yang diyakininya dan untuk beribadat menurut agamanya itu.
(3) Negara menjamin kemerdekaan setiap warga negara untuk berpindah agama, dan melindungi warga negara dari pemaksaan suatu agama.
(4) Warga negara wajib menganut salah satu dari agama yang sah.
Pasal
(1) Setiap warga negara dapat mendirikan suatu Lembaga Agama.
(2) Lembaga Agama adalah organisasi masyarakat yang dibentuk oleh umat beragama dengan maksud untuk memajukan suatu kepentingan hidup beragama yang ada didalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(3) Negara/pemerintah dilarang mencampuri urusan internal lembaga agama, kecuali yang diatur dalam Undang-undang Dasar dan Peraturan Negara.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai lembaga agama diatur dalam Peraturan Negara.
Pasal
(1) Lembaga Agama dapat dibubarkan dengan mengikuti peraturan mengenai Organisasi Kemayarakatan.
(2) Lembaga Agama yang dianggap memiliki ajaran sesat, amoral, dan atau radikal dapat dibubarkan oleh persidangan yang terbuka dan adil.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembubaran lembaga agama diatur dalam Peraturan Negara.
Pasal
(1) Negara menjamin terselenggaranya kehidupan beragama yang toleran.
(2) Negara mengatur terselenggaranya penyebaran agama yang adil, tidak melakukan pemaksaan dan atau tidak memberikan sogokan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai toleransi beragama diatur dalam Peraturan Negara.
Pasal
(1) Negara mendorong tumbuh kembangnya kehidupan berbangsa dan bernegara yang dilandasi oleh keyakinan agama.
(2) Negara memberikan alokasi dana tertentu untuk membantu tumbuh kembangnya kehidupan beragama dengan proporsi yang adil dan wajar.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai alokasi dana ini diatur dalam Peraturan Negara.
Pasal
(1) Setiap warga negara dilarang melakukan penistaan terhadap agama dan tokoh agama, dan pernyataan yang mengklaim diri sendiri sebagai Tuhan atau Nabi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penistaan agama diatur dalam Peraturan Negara.
PENDIDIKAN NASIONAL
Pasal
(1) Pendidikan Nasional dilaksanakan dengan berdasarkan kepada Pancasila, Pedoman Ketatanegaraan, dan Undang-Undang Dasar.
(2) Pendidikan Nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
(3) Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pasal
(1) Dewan Pendidikan Nasional merumuskan dan menetapkan Sistem Pendidikan Nasional, Standar Nasional Pendidikan, dan Kurikulum Pendidikan Nasional.
KURIKULUM PENDIDIKAN NASIONAL
Pasal
(1) Pengembangan kurikulum pendidikan nasional dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
(2) Kurikulum pendidikan nasional pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
Pasal
(1) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan Peraturan Negara.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah berhak mengarahkan, membimbing, membantu, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal
(1) Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
(2) Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
(3) Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.
(4) Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.
(5) Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
HAK ATAS PENDIDIKAN
Pasal
(1) Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.
(2) Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
(3) Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.
(4) Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.
(5) Setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.
Pasal
(1) Setiap warga negara berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi pendidikan nasional.
(2) Setiap warga negara berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan.
BADAN PENGELOLA KEKAYAAN INTELEKTUAL BANGSA (BPKIB)
Pasal
(1) Presiden membentuk Badan Pengelola Kekayaan Intelektual Bangsa (BPKIB) yang bertugas mengelola seluruh kekayaan intelektual yang menjadi hak milik negara.
(2) BPKIB berfungsi menyebarluaskan ilmu pengetahuan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan peradaban manusia.
(3) BPKIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
(4) Ketua BPKIB diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
(5) Semua tesis, disertasi dan skripsi yang dilakukan di lembaga pendidikan yang berada di Wilayah Negara Kesatian Republik Indonesia adalah hak milik negara yang pengelolaannya dilakukan oleh BPKIB.
(6) Semua hasil penelitian yang dibiayai oleh negara adalah hak milik negara yang pengelolaannya dilakukan oleh BPKIB.
(7) Semua informasi yang dipublikasikan oleh media massa nasional yang sudah kedaluwarsa menjadi hak milik negara yang pengelolaannya dilakukan oleh BPKIB.
(8) Masa kedaluwarsa informasi media massa nasional ditetapkan dengan Peraturan Negara.
(9) BPKIB berwewenang untuk menetapkan kekayaan intelektual yang menjadi hak milik negara itu kedalam ketagori rahasia negara atau disebarluaskan kepada publik dengan lisensi creative commons.
(10) BPKIB berkewajiban membangun suatu sistem pengelolaan kekayaan intelektual yang memudahkan pengelolaan kekayaan intelektual dan akses publik.
(11) Ketentuan lebih lanjut mengenai BPKIB diatur dalam Peraturan Negara.
KEBUDAYAAN
Pasal
(1) Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dalam mengembangkan nilai-nilai budayanya.
(2) Negara mengakui dan menghormati identitas budaya dan hak masyarakat tradisional selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.
Pasal
(1) Negara wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra daerah.
(2) Bahasa daerah adalah suatu bahasa yang dituturkan di suatu wilayah dalam sebuah negara kebangsaan; apakah itu pada suatu daerah kecil, provinsi, atau daerah yang lebih luas.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai bahasa daerah diatur dalam Peraturan Negara.
DEWAN KERAJAAN
Pasal
(1) Dewan Kerajaan bertugas membantu Presiden dalam menjaga warisan sejarah dan budaya, merumuskan kebijakan negara dan strategi nasional jangka panjang dan menengah serta melakukan evaluasi kebijakan negara dalam bidang sejarah dan budaya.
(2) Anggota Dewan Kerajaan terdiri dari para raja dan para sultan, dan lain-lain yang diatur dalam Peraturan Negara.
(3) Dewan Kerajaan memiliki posisi sejajar dengan Lembaga Pilar Negara.
(4) Dewan Kerajaan berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
(5) Ketua Dewan Kerajaan dipilih dan diangkat oleh anggota Dewan Kerajaan.
(6) Presiden adalah maharaja di Indonesia, membawahi semua kerajaan dan kesultanan di Wilayah Negara Republik Indonesia.
(7) Dewan Kerajaan mengadakan penelitian dan penyelidikan serta menyusun laporan tentang sejarah dan budaya.
(8) Dewan Kerajaan dapat memberikan nasihat dan pertimbangan kepada negara/pemerintah dalam pelaksanaan kebijakan negara/pemerintah dalam bidang sejarah dan budaya baik diminta ataupun tidak.
(9) Dalam melaksanakan tugasnya, Dewan Kerajaan dapat meminta informasi dari lembaga negara dan lembaga pemerintah yang terkait.
(10) Ketentuan lebih lanjut mengenai Dewan Kerajaan diatur dalam Peraturan Negara.
KESEJAHTERAAN SOSIAL
Pasal
(1) Fakir miskin, anak-anak yatim, dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.
(2) Pemerintah menyelenggarakan sistem kesejahteraan sosial, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial sesuai dengan martabat kemanusiaan.
(3) Pemerintah menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam Peraturan Negara.
KEADILAN SOSIAL
Pasal
(1) Negara berdasar kepada Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
(2) Dalam rangka menegakkan keadilan sosial, negara/pemerintah lebih mengutamakan kepentingan yang lemah daripada yang kuat, mengutamakan kepentingan yang miskin daripada yang kaya, dan mengutamakan kepentingan rakyat kebanyakan.
(3) Setiap warga negara berkewajiban mengembangkan sikap penghargaan kepada orang lain sesuai dengan jerih payah mereka dalam menegakkan nilai-nilai kemanusiaan, kebenaran, dan keadilan.
KEUANGAN NEGARA
Pasal
(1) pengelolaan keuangan negara dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan keuangan negara diatur dengan Peraturan Negara.
KEUANGAN PEMERINTAH
Pasal
(1) Anggaran pendapatan dan belanja pemerintah sebagai wujud dari pengelolaan keuangan pemerintah ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat.
(2) Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja pemerintah diajukan oleh Perdana Menteri untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.
(3) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan anggaran pendapatan dan belanja pemerintah yang diusulkan oleh Perdana Menteri, Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah tahun yang lalu.
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
Pasal
(1) Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara dan pemerintah diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
(2) Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada Presiden.
(3) Hasil pemeriksaan keuangan pemerintah diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan kewenangannya.
(4) Hasil pemeriksaan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai dengan Peraturan Negara.
Pasal
(1) Badan Pemeriksa Keuangan berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
(2) Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih dan diangkat oleh Presiden.
(3) Ketua dan Wakil Ketua BPK dipilih dari dan oleh Anggota BPK.
Pasal
(1) Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan di ibu kota negara, dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Pemeriksa Keuangan diatur dengan Peraturan Negara.
BANK SENTRAL
Pasal
(1) Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia.
(2) Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen, bebas dari campur tangan Negara, Pemerintah dan atau pihak-pihak lainnya, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-undang Dasar dan Peraturan Negara.
Pasal
(1) Dalam melaksanakan tugasnya, Bank Indonesia dipimpin oleh Dewan Gubernur.
(2) Dewan Gubernur terdiri atas seorang Gubernur, seorang Deputi Gubernur Senior, dan sekurang-kurangnya 4 (empat) orang atau sebanyak-banyaknya 7 (tujuh) orang Deputi Gubernur.
(3) Gubernur dan Deputi Gubernur Senior dipilih dan diangkat oleh Presiden.
(4) Deputi Gubernur diusulkan oleh Gubernur dan diangkat oleh Presiden.
(5) Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia dapat diberhentikan dari jabatannya apabila diberhentikan oleh Presiden, mengundurkan diri, terbukti melakukan tindak pidana kejahatan, tidak dapat hadir secara fisik selama jangka waktu tiga bulan berturut-turut tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, dinyatakan pailit atau tidak mampu memenuhi kewajiban kepada kreditur, atau berhalangan tetap.
Pasal
(1) Bank Indonesia berkedudukan di Ibukota negara Republik Indonesia.
(2) Bank Indonesia dapat mempunyai kantor-kantor di dalam dan di luar wilayah negara Republik Indonesia.
Pasal
(1) Tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
(2) Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Bank Indonesia mempunyai tugas sebagai berikut: menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter; mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran; mengatur dan mengawasi Bank.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Bank Indonesia diatur dalam Peraturan Negara.
MATA UANG
Pasal
(1) Satuan mata uang negara Republik Indonesia adalah rupiah dengan singkatan Rp.
(2) Uang rupiah adalah alat pembayaran yang sah di wilayah negara Republik Indonesia.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai macam dan harga mata uang diatur dalam Peraturan Negara.
PAJAK
Pasal
(1) Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
(2) Setiap orang atau badan yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sebagai Wajib Pajak wajib membayar pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Presiden merumuskan dan menetapkan kebijakan perpajakan dengan persetujuan pendapat rakyat.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai perpajakan diatur dalam Peraturan Negara.
PEREKONOMIAN NASIONAL
Pasal
(1) Negara mewujudkan sistem perekonomian yang berdikari dan berkeadilan sosial atas dasar Pancasila.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai dan dikelola oleh negara.
(3) Koperasi adalah saka guru perekonomian Indonesia.
(4) Hanya usaha yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak yang boleh ada ditangan orang-seorang.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam Peraturan Negara.
BUMI, AIR, RUANG ANGKASA, DAN KEKAYAAN ALAM
Pasal
(1) Bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
(2) Negara mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa sebagaimana dimaksud ayat (1)
(3) Negara menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa sebagaimana dimaksud ayat (1)
(4) Negara menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa sebagaimana dimaksud ayat (1)
(5) Kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi, air dan ruang angkasa dikelola oleh negara.
HAK ATAS TANAH
Pasal
(1) Atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam pasal x ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum.
Pasal
(1) Setiap warga negara mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.
(2) Hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam ayat (1) adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan, dan hak-hak lain yang diatur dengan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal
(1) Untuk tidak merugikan kepentingan umum maka pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan.
(2) Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan Peraturan Negara.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak atas tanah diatur dalam Peraturan Negara.
MINERAL DAN BATUBARA
Pasal
(1) Pertambangan mineral dan batubara sebagai sumber daya alam yang tak terbarukan dilakukan oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
(2) Dalam rangka melakukan usaha pertambangan mineral dan batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), negara dapat bekerja sama dengan pihak lain selama tidak merugikan kepentingan rakyat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pertambangan mineral dan batubara diatur dalam Peraturan Negara.
MINYAK DAN GAS BUMI
Pasal
(1) Pengusahaan minyak dan gas bumi sebagai sumber daya alam strategis tak terbarukan yang terkandung di dalam Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia dilakukan oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
(2) Kegiatan usaha minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas eksplorasi, eksploitasi, pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, dan niaga.
(3) Dalam rangka melakukan usaha minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), negara dapat bekerja sama dengan pihak lain selama tidak merugikan kepentingan rakyat.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengusahaan minyak dan gas bumi diatur dalam Peraturan Negara.
SUMBER DAYA AIR
Pasal
(1) Sumber daya air dikuasai dan dikelola oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
(2) Pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.
(3) Pengelolaan sumber daya air dilakukan secara menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
(4) Dalam rangka pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1), negara dapat bekerja sama dengan pihak lain selama tidak merugikan kepentingan rakyat.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan sumber daya air diatur dalam Peraturan Negara.
Pasal
(1) Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih, dan produktif.
BADAN USAHA MILIK NEGARA
Pasal
(1) Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
(2) BUMN berada dibawah pengawasan dan pengelolaan Dewan Pengawas Badan Usaha Milik Negara.
(3) Dewan Pengawas Badan Usaha Milik Negara, selanjutnya disebut DPBUMN, berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
(4) Ketua DPBUMN diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai DPBUMN diatur dalam Peraturan Negara.
DEWAN PAKAR
Pasal
(1) Dewan Pakar adalah istilah bagi suatu lembaga negara yang bertugas membantu Presiden dalam merumuskan kebijakan negara dan strategi nasional jangka panjang dan menengah, melakukan evaluasi kebijakan negara dalam bidang tertentu, dan hal-hal lain yang diatur dalam Peraturan Negara.
(2) Dewan Pakar yang dimaksud pada ayat (1) adalah Dewan Ekonomi dan Sosial Nasional, Dewan Energi Nasional, Dewan Kelautan Nasional, Dewan Kesehatan Nasional, Dewan Lingkungan Hidup, Dewan Pendidikan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Dewan Pertanian Nasional, dan lain-lain yang diatur dalam Peraturan Negara.
(3) Dewan Pakar berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
(4) Anggota Dewan Pakar dipilih dan diangkat oleh Presiden.
(5) Ketua Dewan Pakar diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
(6) Dewan Pakar mengadakan penelitian dan penyelidikan serta menyusun laporan tentang bidang tertentu.
(7) Dewan Pakar dapat memberikan nasihat dan pertimbangan kepada negara/pemerintah dalam pelaksanaan kebijakan negara/pemerintah baik diminta ataupun tidak.
(8) Dalam melaksanakan tugasnya, Dewan Pakar dapat meminta informasi dari lembaga negara dan lembaga pemerintah yang terkait.
(9) Dalam melaksanakan tugasnya, Dewan Pakar dapat membentuk lembaga penelitian atau balai penelitian di bwah koordinasi dewan ini dalam bidang kajian yang mereka kuasai.
(10) Segala bentuk penelitian yang dihasilkan oleh Dewan Pakar dan jajarannya adalah milik negara dan disebarkan kepada publik dengan lisensi creative commons, kecuali yang diatur dalam Peraturan Negara.
(11) Ketentuan lebih lanjut mengenai Dewan Pakar diatur dalam Peraturan Negara.
AJARAN TERLARANG
Pasal
(1) Ajaran atheisme, komunisme, marxisme, leninisme, dan radikalisme adalah ajaran terlarang di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia karena bertentangan dengan idiologi Pancasila.
(2) Ateisme adalah suatu paham yang tidak memercayai keberadaan Tuhan.
(3) Komunisme adalah ideologi yang berkenaan dengan filosofi, politik, sosial, dan ekonomi yang tujuan utamanya terciptanya masyarakat komunis dengan aturan sosial ekonomi berdasarkan kepemilikan bersama alat produksi dan tidak adanya kelas sosial, uang, dan negara.
(4) Marxisme adalah ajaran yang berdasar pada pandangan-pandangan Karl Marx yang mencakup materialisme dialektis, dan materialisme historis, dan materialis ateistik serta penerapannya pada kehidupan sosial; yang menganggap agama adalah candu bagi masyarakat.
(5) Leninisme adalah bagian dari teori politik organisasi demokratis suatu partai politik revolusioner dan pencapaian demokrasi langsung kediktatoran proletariat yang didasarkan pada ideologi marxisme.
(6) Radikalisme adalah ajaran yang dengan gampang menumpahkan darah manusia tanpa alasan yang bisa dipertanggungjawabkan, melakukan tindakan kekerasan dan atau teror di tengah masyarakat, dan atau ajaran yang tidak mengakui keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(7) Setiap orang dilarang menyatakan pikiran dan sikap di muka umum dengan maksud agar supaya orang menganut ajaran terlarang sebagaimana dimaksud ayat (1).
(8) Setiap orang dilarang mengenakan atribut di muka umum yang disinyalir berkaitan dengan ajaran terlarang sebagaimana dimaksud ayat (1).
(9) Setiap orang dilarang melakukan upaya dengan lisan, tulisan atau media apapun untuk menyebarkan dan atau mengembangkan ajaran terlarang sebagaimana dimaksud ayat (1) dalam segala bentuk dan wujudnya.
(10) Ormas dilarang menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran terlarang sebagaimana dimaksud ayat (1).
(11) Kegiatan mempelajari secara ilmiah ajaran terlarang sebagaimana dimaksud ayat (1) di universitas-universitas dalam rangka mengamankan Pancasila dapat dilakukan secara terpimpin dengan ketentuan, pemerintah diharuskan menerbitkan perundang-undangan untuk pengamanan.
(12) Ketentuan lebih lanjut mengenai ajaran terlarang diatur dalam Peraturan Negara.
PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME
Pasal
(1) Pemberantasan tindak pidana terorisme merupakan kebijakan dan langkah-langkah strategis untuk memperkuat ketertiban masyarakat, dan keselamatan masyarakat dengan tetap menjunjung tinggi hukum dan hak asasi manusia, tidak bersifat diskriminatif, baik berdasarkan suku, agama, ras, maupun antar golongan.
(2) Tindak Pidana Terorisme adalah segala perbuatan dengan sengaja menggunakan kekerasan dan atau ancaman kekerasan dan atau menggunakan senjata kimia, senjata biologis, radiologi, mikroorganisme, radioaktif atau komponennya, sehingga menimbulkan suasana teror, atau rasa takut terhadap orang secara meluas, menimbulkan korban yang bersifat massal, membahayakan terhadap kesehatan, terjadi kekacauan terhadap kehidupan, keamanan, dan hak-hak orang, atau terjadi kerusakan, kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional.
(3) Tindak Pidana Pendanaan Terorisme adalah segala perbuatan dalam rangka menyediakan, mengumpulkan, memberikan, atau meminjamkan dana, baik langsung maupun tidak langsung, dengan maksud untuk digunakan dan/atau yang diketahui akan digunakan untuk melakukan kegiatan terorisme, organisasi teroris, atau teroris.
(4) Setiap orang dilarang melakukan permufakatan jahat, percobaan, atau pembantuan untuk melakukan tindak pidana terorisme dan atau tindak pidana pendanaan terorisme.
(5) Setiap orang dilarang dengan sengaja merencanakan, mengorganisasikan, atau menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana terorisme dan atau tindak pidana pendanaan terorisme.
(6) Negara bertanggung jawab melakukan pemberantasan tindak pidana terorisme.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberantasan tindak pidana terorisme diatur dalam Peraturan Negara.
NORMA KESUSILAAN & KESOPANAN
Pasal
(1) Negara berwewenang untuk melakukan tindakan hukum atas pelanggaran norma kesopanan dan kesusilaan yang melampai batas-batas kemanusiaan dan kewajaran.
(2) Norma kesopanan adalah norma yang muncul dan berkembang dalam pergaulan masyarakat.
(3) Norma kesusilaan adalah norma yang mengatur hidup manusia yang berlaku secara umum dan bersumber dari hati nurani manusia.
(4) Setiap warga negara wajib mengenakan pakaian yang sopan dan santun ketika berada di muka umum.
(5) Penyimpangan seksual merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan norma agama, norma hukum dan norma kesusilaan yang berdampak negatif terhadap sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
(6) Hal yang dimaksud pada ayat (5) meliputi pornografi, pornoaksi, pelecehan seksual, pemerkosaan, LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender), dan penyimpangan seksual lainnya yang diatur dalam Peraturan Negara.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai norma kesopanan dan kesusilaan diatur dalam Peraturan Negara.
SUMPAH PENYANGKALAN ATAS TUDUHAN PALSU
Pasal
(1) Setiap warga negara dapat melakukan suatu sumpah untuk menyangkal atas tuduhan palsu yang dialamatkan kepadanya yang dapat meruntuhkan harkat dan martabatnya di tengah masyarakat, adanya tuntutan hukum, dan atau pemecatan dari jabatan.
(2) Sumpah yang dimaksud pada ayat (1) diakui secara sah secara hukum dan semua tuntutan hukum atas yang bersangkutan dicabut; termasuk diantaranya jajak pendapat rakyat yang tengah berlangsung atas perkara yang dimaksud.
(3) Pernyataan sumpah yang dimaksud pada ayat (1) harus menyertakan datangnya laknat Tuhan kepada yang besangkutan, jika ternyata sumpah itu tidak terbukti kebenarannya; Sumpah itu hendaknya dilakukan dihadapan pemuka agama serta mengundang publik sebagai saksi.
(4) Sumpah yang dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku untuk tuduhan-tuduhan berikut: pornografi, perzinahan, pelecehan seksual, meminum minuman keras, pemakaian narkotika, dan hal-hal lain yang diatur dalam Peraturan Negara.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai sumpah penyangkalan atas tuduhan palsu diatur dalam Peraturan Negara.
PERMAINAN JUDI
Pasal
[1] Permainan judi adalah tiap-tiap permainan, dimana pada umumnya yang mendapatkan keuntungan adalah bergantung kepada keberuntungan belaka, atau kepada kemahiran pemainnya. Termasuk di dalamnya segala pertaruhan mengenai keputusan suatu perlombaan atau permainan yang tidak diadakan oleh mereka yang turut dalam perlombaan atau permainan itu; dan juga segala jenis pertaruhan yang ada imbalannya.
[2] Permainan judi adalah salah salah satu penyakit masyarakat yang manunggal dengan kejahatan.
[3] Permainan judi bertentangan dengan normal agama dan norma kesusilaan serta membahayakan kehidupan dan penghidupan masyarakat, bangsa dan negara.
[4] Setiap orang dilarang menawarkan atau memberikan kesempatan untuk permainan judi, menjadikan permainan judi sebagai mata pencaharian, atau dengan sengaja turut serta dalam permainan judi.
[5] Ketentuan lebih lanjut mengenai permainan judi diatur dalam Peraturan Negara.
MINUMAN KERAS/MINUMAN BERALKOHOL BERBAHAYA
Pasal
[1] Minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung etanol yang diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi, baik dengan cara memberikan perlakuan terlebih dahulu atau tidak, menambahkan bahan lain atau tidak, maupun yang diproses dengan cara mencampur konsentrat dengan etanol atau dengan cara pengenceran minuman mengandung etanol.
[2] Minuman beralkohol berbahaya adalah minuman beralkohol dengan kadar etanol lebih dari 1% (satu persen).
[3] Minuman beralkohol berbahaya dapat mendorong terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat, serta mengancam kehidupan masa depan generasi bangsa, yang pada gilirannya merusak kehidupan berbangsa, bermasyarakat, dan bernegara.
[4] Setiap orang dilarang memproduksi minuman beralkohol berbahaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
[5] Setiap orang dilarang memasukkan, menyimpan, mengedarkan, dan/atau menjual minuman beralkohol berbahaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
[6] Setiap orang dilarang mengonsumsi minuman beralkohol berbahaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
[7] Larangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4-6) tidak berlaku untuk kepentingan terbatas yang diatur dengan Peraturan Negara.
[8] Ketentuan lebih lanjut mengenai minuman beralkohol berbahaya diatur dalam Peraturan Negara.
NARKOTIKA
Pasal
[1] Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
[2] Narkotika dapat mendorong terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat, serta mengancam kehidupan masa depan generasi bangsa, yang pada gilirannya merusak kehidupan berbangsa, bermasyarakat, dan bernegara.
[3] Setiap orang dilarang memproduksi Narkotika sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
[4] Setiap orang dilarang memasukkan, menyimpan, mengedarkan, dan/atau menjual Narkotika sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
[5] Setiap orang dilarang mengonsumsi Narkotika sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
[6] Larangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3-5) tidak berlaku untuk kepentingan terbatas yakni kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang diatur dengan Peraturan Negara.
[7] Ketentuan lebih lanjut mengenai Narkotika diatur dalam Peraturan Negara.
Pasal
[1] Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika, dibentuk Badan Narkotika Nasional, yang selanjutnya disingkat BNN.
[2] Badan Narkotika Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga negara yang berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden.
[3] Ketua Badan Narkotika Nasional diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
PENCURIAN
Pasal
[1] Pencurian, penggelapan, penjarahan, dan perampokan merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan norma agama, norma hukum dan norma kesusilaan yang berdampak negatif terhadap sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
[2] Setiap orang dilarang melakukan pencurian, penggelapan, penjarahan, dan perampokan di Wilayah Negara Republik Indonesia.
[3] Ketentuan lebih lanjut mengenai pencurian, penggelapan, penjarahan, dan perampokan diatur dalam Peraturan Negara.
PERZINAHAN
Pasal
[1] Perzinahan adalah segala bentuk hubungan seksual diluar pernikahan yang dilakukan oleh pria dengan wanita, pria dengan pria, wanita dengan wanita, pesta sex, dan manusia dengan binatang.
[2] Perzinahan merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan norma agama, norma hukum dan norma kesusilaan yang berdampak negatif terhadap sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
[3] Setiap orang dilarang melakukan perzinahan di Wilayah Negara Republik Indonesia.
[4] Ketentuan lebih lanjut mengenai perzinahan diatur dalam Peraturan Negara.
PELACURAN
Pasal
[1] Pelacuran adalah hubungan seksual diluar pernikahan yang dilakukan oleh pria dan wanita, baik yang dilakukan di hotel, restoran, tempat hiburan atau lokasi pelacuran ataupun ditempat-tempat lain dengan tujuan mendapatkan imbalan jasa.
[2] Pelacuran merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan norma agama, norma hukum dan norma kesusilaan yang berdampak negatif terhadap sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
[3] Pelacur adalah setiap orang baik pria ataupun wanita yang menjual diri kepada umum untuk melakukan hubungan seksual diluar pernikahan.
Pasal
[1] Setiap orang dilarang baik sendiri-sendiri ataupun bersama-sama mendirikan dan/atau mengusahakan atau menyediakan tempat dan/atau orang yang melakukan pelacuran.
[2] Setiap orang dilarang baik secara sendiri ataupun bersama-sama melakukan perbuatan pelacuran.
[3] Setiap orang dilarang membujuk atau memaksa orang lain baik dengan cara perkataan, isyarat, tindakan atau cara lain sehingga tertarik untuk melakukan pelacuran.
[4] Setiap orang yang sikap atau perilakunya mencurigakan, sehingga dapat diduga kuat bahwa ia/mereka melacurkan diri dilarang berada dijalan-jalan umum, dilapangan-lapangan, dirumah penginapan, losmen, hotel, asrama, rumah kontrakan, warung-warung kopi, tempat hiburan, gedung tempat tontonan, disudut-sudut jalan atau dilorong-lorong jalan atau tempat-tempat lain.
[5] Setiap orang dilarang bermesraan, berpelukan dan/atau berciuman mengarah kepada hubungan sexsual, baik ditempat umum atau ditempat-tempat yang kelihatan oleh umum.
Pasal
[1] Pemerintah berwewenang dan wajib menutup dan menyegel tempat-tempat yang digunakan atau yang patut diduga menurut penilaian dan keyakinan digunakan sebagai tempat pelacuran atau tempat transaksi pelacuran.
[2] Pemerintah berwewenang dan wajib melakukan tindakan pencegahan, pengawasan, dan rehabilitasi kepada para pelacur, dan para pengguna jasa pelacur.
[3] Ketentuan lebih lanjut mengenai pelacuran diatur dalam Peraturan Negara.
GARIS-GARIS BESAR HALUAN NEGARA
Pasal
(1) Garis-garis Besar Haluan Negara yang selanjutnya disebut GBHN adalah suatu Haluan Negara dalam garis-garis besar sebagai pernyataan kehendak rakyat yang pada hakekatnya adalah suatu Pola Umum Pembangunan Nasional.
(2) Pola Umum Pembangunan Nasional yang dimaksud pada ayat (1) merupakan rangkaian program-program Pembangunan yang menyeluruh, terarah dan terpadu yang berlangsung secara terus-menerus untuk mewujudkan tujuan negara.
(3) GBHN dimaksudkan untuk memberikan arah bagi perjuangan Negara dan Rakyat Indonesia untuk mewujudkan tujuan negara.
(4) Tujuan dari dibuatnya GBHN adalah agar dapat diwujudkan keadaan yang diinginkan dalam waktu lima tahun berikutnya dan dalam jangka panjang, sehingga secara bertahap dapat terwujud tujuan negara.
Pasal
(1) GBHN yang telah ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dilaksanakan oleh Presiden, Perdana Menteri, dan DPR untuk dijabarkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan dan atau dalam garis-garis kebijaksanaan negara/pemerintah.
(2) Tiap lima tahun sekali Garis-garis Besar Haluan Negara ditinjau kembali untuk disesuaikan dengan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pasal
(1) Presiden bertanggung jawab membuat Rancangan GBHN untuk diajukan dalam Rapat Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(2) Majelis Permusyawaratan Rakyat memiliki kewenangan untuk menyetujui atau menolak Rancangan GBHN yang dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam hal Rancangan GBHN itu disetujui oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, maka Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan Rancangan GBHN yang dimaksud pada ayat (1) menjadi GBHN.
(4) Dalam hal Rancangan GBHN itu ditolak oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, maka Presiden membuat Rancangan GBHN yang baru selambat-lambatnya 3 bulan setelah keputusan penolakan itu.
Pasal
(1) Presiden membentuk Dewan Perencanaan Pembangunan Nasional yang bertugas membantu Presiden dalam merumuskan dan membuat Rancangan GBHN, dan hal-hal lain yang diatur dalam Peraturan Negara.
(2) Dewan Perencanaan Pembangunan Nasional yang dimaksud ayat (1) berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
(3) Anggota Dewan Perencanaan Pembangunan Nasional dipilih dan diangkat oleh Presiden.
(4) Ketua Dewan Perencanaan Pembangunan Nasional diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
(5) Semua rapat Dewan Perencanaan Pembangunan Nasional dilaksanakan secara terbuka.
(6) Dewan Perencanaan Pembangunan Nasional dapat mengundang nara sumber untuk diikutsertakan dalam rapat pembahasan Peraturan Negara.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai Dewan Perencanaan Pembangunan Nasional diatur dalam Peraturan Negara.
Pasal
(1) Setiap warga negara dapat mengajukan usulan atau keberatan mengenai bagian tertentu dari Rancangan GBHN dengan mengajukan jajak pendapat rakyat yang didukung oleh sedikitnya 1 juta warga negara.
(2) Dewan Perencanaan Pembangunan Nasional memiliki kewenangan untuk menyetujui atau menolak pendapat rakyat yang dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam hal pendapat rakyat itu disetujui oleh Dewan Perencanaan Pembangunan Nasional, maka Dewan Perencanaan Pembangunan Nasional mengubah Rancangan GBHN berdasarkan pendapat rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Pasal
(1) Peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara/pemerintah atau pejabat yang berwenang yang mengikat secara umum.
(2) Peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
(3) Hirarki peraturan perundang-undangan di Indonesia adalah sebagai berikut:
- Pancasila
- Pedoman Ketatanegaraan
- Dekret Presiden
- Undang-undang Dasar
- Peraturan Negara
- Undang-undang
- Peraturan Pemerintah
- Peraturan Daerah Provinsi
- Peraturan Daerah Kabupaten/Kotamadya
- Peraturan Desa
Pasal
(1) Peraturan Perundang-undangan harus diundangkan dengan menempatkannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah, atau Berita Daerah.
(2) Peraturan Perundang-undangan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal diundangkan, kecuali ditentukan lain di dalam Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan.
(3) Penyebarluasan Undang-Undang yang telah diundangkan dilakukan secara bersama-sama oleh Negara, DPR dan Pemerintah.
Pasal
(1) Bahasa yang dipergunakan dalam peraturan perundang-undangan adalah Bahasa Indonesia dan tunduk pada tata Bahasa Indonesia, baik yang menyangkut pembentukan kata, penyusunan kalimat, teknik penulisan, maupun pengejaannya.
(2) Penulisan peraturan perundang-undangan hendaknya memiliki kejernihan atau kejelasan pengertian, kelugasan, kebakuan, keserasian, dan ketaatan asas sesuai dengan kebutuhan hukum.
(3) Penyerapan kata atau frasa bahasa asing yang banyak dipakai dan telah disesuaikan ejaannya dengan kaidah Bahasa Indonesia dapat digunakan, jika kata atau frasa tersebut memiliki konotasi yang cocok, lebih singkat bila dibandingkan dengan padanannya dalam Bahasa Indonesia, mempunyai corak internasional, lebih mempermudah tercapainya kesepakatan, atau lebih mudah dipahami daripada terjemahannya dalam Bahasa Indonesia.
Pasal
(1) Pejabat negara/pemerintah berwewenang untuk menjalankan suatu peraturan perundang-undangan tanpa harus menunggu lahirnya peraturan yang lebih rinci.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan diatur dalam Peraturan Negara.
DEKRET PRESIDEN
Pasal
(1) Dalam keadaan darurat Presiden dapat mengeluarkan Dekret Presiden untuk menyelamatkan kehidupan berbangsa dan bernegara.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat Dekret Presiden diatur dalam Peraturan Negara.
PERATURAN NEGARA, KEPUTUSAN PRESIDEN, DAN INSTRUKSI PRESIDEN
Pasal
(1) Dalam melaksanakan tugasnya, Presiden dapat membuat peraturan kebijakan yang terdiri dari Peraturan Negara, Keputusan Presiden, Dan Instruksi Presiden.
Pasal
(1) Peraturan Negara adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Presiden dalam rangka menciptakan Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia yang dijiwai oleh Pancasila, Pedoman Ketatanegaraan Republik Indonesia, dan Undang-undang Dasar.
(2) Peraturan Negara dibuat dengan memperhatikan saran-saran dari Pendapat Rakyat, Dewan Agama, dan Dewan Kerajaan.
Pasal
(1) Presiden membentuk Dewan Perumus Peraturan Negara yang bertugas membantu Presiden dalam merumuskan, membuat, dan menetapkan Peraturan Negara.
(2) Dewan Perumus Peraturan Negara yang dimaksud ayat (1) berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
(3) Anggota Dewan Perumus Peraturan Negara dipilih dan diangkat oleh Presiden.
(4) Ketua Dewan Perumus Peraturan Negara diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
(5) Semua rapat Dewan Perumus Peraturan Negara dilaksanakan secara terbuka.
(6) Dewan Perumus Peraturan Negara dapat mengundang nara sumber untuk diikutsertakan dalam rapat pembahasan Peraturan Negara.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai Dewan Perumus Peraturan Negara diatur dalam Peraturan Negara.
Pasal
(1) Sebelum diundangkan, rancangan peraturan negara hendaknya dipublikasikan kepada masyarakat untuk memberi kesempatan kepada warga negara untuk menyikapi rancangan yang dimaksud.
(2) Lamanya waktu jeda antara publikasi rancangan peraturan negara dengan waktu diundangkannya peraturan negara yang dimaksud sedikitnya 1 bulan.
(3) Dalam keadaan yang memaksa Presiden dapat segera mengundangkan peraturan negara, tanpa harus menunggu respon masyarakat.
Pasal
(1) Setiap warga negara dapat mengajukan Rancangan Peraturan Negara dengan menggunakan hak inisiatif rakyat yang didukung oleh sedikitnya 10 juta warga negara.
(2) Dewan Perumus Peraturan Negara memiliki kewenangan untuk menyetujui atau menolak pendapat rakyat yang dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam hal pendapat rakyat itu disetujui oleh Dewan Perumus Peraturan Negara, maka Presiden menetapkan Rancangan Peraturan Negara hasil hak inisiatif rakyat itu menjadi Peraturan Negara.
Pasal
(1) Setiap warga negara dapat mengajukan pengurangan/perbaikan/penambahan pasal-pasal dalam suatu Peraturan Negara dengan mengajukan jajak pendapat rakyat yang didukung oleh sedikitnya 10 juta warga negara.
(2) Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan untuk menyetujui atau menolak pendapat rakyat yang dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam hal pendapat rakyat itu disetujui oleh Mahkamah Konstitusi, maka Presiden menetapkan mencabut Peraturan Negara lama dan membuat Peraturan Negara baru berdasarkan pendapat rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal
(1) Setiap warga negara dapat mengajukan keberatan atas Peraturan Negara, Keputusan Presiden, atau Instruksi Presiden dengan mengajukan jajak pendapat rakyat yang didukung oleh sedikitnya 10 juta warga negara.
(2) Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan untuk menyetujui atau menolak jajak pendapat rakyat yang dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam hal pendapat rakyat itu disetujui oleh Mahkamah Konstitusi, maka Presiden mencabut kembali Peraturan Negara, Keputusan Presiden, atau Instruksi Presiden yang dimaksud.
UNDANG-UNDANG
Pasal
(1) Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk Undang-undang.
(2) Perdana Menteri berhak mengajukan rancangan Undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan usul rancangan undang-undang.
Pasal
(1) Setiap rancangan Undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Perdana Menteri untuk mendapat persetujuan bersama.
(2) Jika rancangan Undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan Undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.
(3) Perdana Menteri mengesahkan rancangan Undang-undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi Undang-undang.
(4) Dalam hal rancangan Undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Perdana Menteri dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan Undang-undang tersebut disetujui, rancangan Undang-undang tersebut sah menjadi Undang-undang dan wajib diundangkan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Undang-undang diatur dalam Peraturan Negara.
Pasal
(1) Sebelum diundangkan, rancangan undang-undang hendaknya dipublikasikan kepada masyarakat untuk memberi kesempatan kepada warga negara untuk menyikapi rancangan yang dimaksud.
(2) Lamanya waktu jeda antara publikasi rancangan undang-undang dengan waktu diundangkannya undang-undang yang dimaksud sedikitnya 1 bulan.
(3) Dalam keadaan yang memaksa Perdana Menteri dapat segera mengundangkan undang-undang, tanpa harus menunggu respon masyarakat.
Pasal
(1) Setiap warga negara dapat mengajukan Rancangan Undang-undang dengan menggunakan hak inisiatif rakyat yang didukung oleh sedikitnya 1 juta warga negara.
(2) Dewan Perwakilan Rakyat memiliki kewenangan untuk menyetujui atau menolak pendapat rakyat yang dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam hal pendapat rakyat itu disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, maka Perdana Menteri menetapkan Rancangan undang-undang hasil hak inisiatif rakyat itu menjadi undang-undang.
Pasal
(1) Setiap warga negara dapat mengajukan pengurangan/perbaikan/penambahan pasal-pasal dalam suatu undang-undang dengan mengajukan jajak pendapat rakyat yang didukung oleh sedikitnya 1 juta warga negara.
(2) Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan untuk menyetujui atau menolak pendapat rakyat yang dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam hal pendapat rakyat itu disetujui oleh Mahkamah Konstitusi, maka Perdana Menteri menetapkan mencabut undang-undang lama dan membuat undang-undang baru berdasarkan pendapat rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal
(1) Setiap warga negara dapat mengajukan keberatan atas undang-undang dengan mengajukan jajak pendapat rakyat yang didukung oleh sedikitnya 1 juta warga negara.
(2) Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan untuk menyetujui atau menolak pendapat rakyat yang dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam hal pendapat rakyat itu disetujui oleh Mahkamah Konstitusi, maka Perdana Menteri mencabut kembali undang-undang yang dimaksud.
PERATURAN PEMERINTAH, KEPUTUSAN PERDANA MENTERI, DAN INSTRUKSI PERDANA MENTERI
Pasal
(1) Dalam melaksanakan tugasnya, Perdana Menteri dapat membuat peraturan kebijakan yang terdiri dari Peraturan Pemerintah, Keputusan Perdana Menteri, dan Instruksi Perdana Menteri.
(2) Peraturan Pemerintah adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Perdana Menteri dalam rangka mengatur pemerintahan dengan berpedoman kepada Pancasila, Pedoman Ketatanegaraan, Undang-Undang Dasar, Peraturan Negara, dan Undang-undang.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Peraturan Pemerintah, Keputusan Perdana Menteri, dan Instruksi Perdana Menteri diatur dalam Peraturan Negara.
Pasal
(1) Sebelum diundangkan, rancangan peraturan pemerintah hendaknya dipublikasikan kepada masyarakat untuk memberi kesempatan kepada warga negara untuk menyikapi rancangan yang dimaksud.
(2) Lamanya waktu jeda antara publikasi rancangan peraturan pemerintah dengan waktu diundangkannya peraturan pemerintah yang dimaksud sedikitnya 1 bulan.
(3) Dalam keadaan yang memaksa Perdana Menteri dapat segera mengundangkan peraturan pemerintah, tanpa harus menunggu respon masyarakat.
Pasal
(1) Setiap warga negara dapat mengajukan rancangan peraturan pemerintah dengan menggunakan hak inisiatif rakyat yang didukung oleh sedikitnya 1 juta warga negara.
(2) Perdana Menteri memiliki kewenangan untuk menyetujui atau menolak pendapat rakyat yang dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam hal pendapat rakyat itu disetujui oleh Perdana Menteri, maka Perdana Menteri menetapkan rancangan peraturan pemerintah hasil hak inisiatif rakyat itu menjadi peraturan pemerintah.
Pasal
(1) Setiap warga negara dapat mengajukan pengurangan/perbaikan/penambahan pasal-pasal dalam suatu peraturan pemerintah dengan mengajukan jajak pendapat rakyat yang didukung oleh sedikitnya 1 juta warga negara.
(2) Perdana Menteri memiliki kewenangan untuk menyetujui atau menolak pendapat rakyat yang dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam hal pendapat rakyat itu disetujui oleh Perdana Menteri, maka Perdana Menteri menetapkan mencabut peraturan pemerintah lama dan membuat peraturan pemerintah baru berdasarkan pendapat rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal
(1) Setiap warga negara dapat mengajukan keberatan atas Peraturan Pemerintah, Keputusan Perdana Menteri, atau Instruksi Perdana Menteri dengan mengajukan jajak pendapat rakyat yang didukung oleh sedikitnya 1 juta warga negara.
(2) Perdana Menteri memiliki kewenangan untuk menyetujui atau menolak pendapat rakyat yang dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam hal pendapat rakyat itu disetujui oleh Perdana Menteri, maka Perdana Menteri mencabut kembali Peraturan Pemerintah, Keputusan Perdana Menteri, atau Instruksi Perdana Menteri yang dimaksud.
PERATURAN DAERAH, KEPUTUSAN KEPALA DAERAH, DAN INSTRUKSI KEPALA DAERAH
Pasal
(1) Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Daerah dapat membuat peraturan kebijakan yang terdiri dari Peraturan Daerah, Keputusan Kepala Daerah, dan Instruksi Kepala Daerah.
(2) Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah (Gubernur atau Bupati/Walikota).
(3) Materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Peraturan Daerah diatur dalam Peraturan Negara.
Pasal
(1) Sebelum diundangkan, rancangan peraturan daerah hendaknya dipublikasikan kepada masyarakat untuk memberi kesempatan kepada warga negara untuk menyikapi rancangan yang dimaksud.
(2) Lamanya waktu jeda antara publikasi rancangan peraturan daerah dengan waktu diundangkannya peraturan daerah yang dimaksud sedikitnya 1 bulan.
(3) Dalam keadaan yang memaksa Kepala Daerah dapat segera mengundangkan peraturan daerah, tanpa harus menunggu respon masyarakat.
Pasal
(1) Setiap warga negara dapat mengajukan rancangan peraturan daerah dengan menggunakan hak inisiatif rakyat yang didukung oleh sedikitnya 100 ribu warga negara.
(2) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah memiliki kewenangan untuk menyetujui atau menolak pendapat rakyat yang dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam hal pendapat rakyat itu disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, maka Kepala Daerah menetapkan Rancangan peraturan daerah hasil hak inisiatif rakyat itu menjadi peraturan daerah.
Pasal
(1) Setiap warga negara dapat mengajukan pengurangan/perbaikan/penambahan pasal-pasal dalam suatu peraturan daerah dengan mengajukan jajak pendapat rakyat yang didukung oleh sedikitnya 100 ribu warga negara.
(2) Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan untuk menyetujui atau menolak pendapat rakyat yang dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam hal pendapat rakyat itu disetujui oleh Mahkamah Konstitusi, maka Kepala Daerah menetapkan mencabut peraturan daerah lama dan membuat peraturan daerah baru berdasarkan hasil pendapat rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal
(1) Setiap warga negara dapat mengajukan keberatan atas peraturan daerah, Keputusan Kepala Daerah, atau Instruksi Kepala Daerah dengan mengajukan jajak pendapat rakyat yang didukung oleh sedikitnya 100 ribu warga negara.
(2) Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan untuk menyetujui atau menolak pendapat rakyat yang dimaksud pada ayat(1).
(3) Dalam hal pendapat rakyat itu disetujui oleh Mahkamah Konstitusi, maka Kepala Daerah mencabut kembali peraturan daerah, Keputusan Kepala Daerah, atau Instruksi Kepala Daerah yang dimaksud.
PERATURAN DESA, KEPUTUSAN KEPALA DESA, DAN INSTRUKSI KEPALA DESA
Pasal
(1) Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Desa dapat membuat peraturan kebijakan yang terdiri dari Peraturan Desa, Keputusan Kepala Desa, dan Instruksi Kepala Desa.
(2) Peraturan Desa adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Badan Permusyawaratan Desa dengan persetujuan bersama Kepala Desa.
(3) Materi muatan peraturan desa adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa serta penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Peraturan Desa diatur dalam Peraturan Negara.
RATIFIKASI HUKUM INTERNASIONAL
Pasal
(1) Ratifikasi Hukum Internasional harus mengikuti Prinsip-Prinsip Ketatanegaraan Indonesia.
(2) Dalam hal dimana Ratifikasi Hukum Internasional perlu dimasukkan ke dalam Undang-Undang Dasar, maka mekanismenya mengikuti Peraturan Perubahan Undang-Undang Dasar.
PERUBAHAN PEDOMAN KETATANEGARAAN
Pasal
(1) Usul perubahan pasal-pasal Pedoman Ketatanegaraan Indonesia dapat dilakukan dengan mekanisme jajak pendapat rakyat yang didukung oleh 25 juta warga negara yang memiliki hak pilih.
(2) Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan untuk menyetujui atau menolak pendapat rakyat tersebut.
(3) Dalam hal pendapat rakyat itu disetujui oleh Mahkamah Konstitusi, maka Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan Pedoman Ketatanegaraan baru yang memuat perubahan yang dimaksud ayat (1).
PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR
Pasal
(1) Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat dilakukan dengan mekanisme jajak pendapat rakyat yang didukung oleh 25 juta warga negara yang memiliki hak pilih.
(2) Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan untuk menyetujui atau menolak pendapat rakyat tersebut.
(3) Dalam hal pendapat rakyat itu disetujui oleh Mahkamah Konstitusi, maka Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan UUD baru yang memuat perubahan yang dimaksud ayat (1).
PENGGANTIAN KONSTITUSI
Pasal
(1) Setiap warga negara dapat mengajukan rancangan konstitusi dengan menggunakan hak inisiatif rakyat yang didukung oleh sedikitnya lima puluh persen warga negara Indonesia yang memiliki hak pilih.
(2) Dalam hal pendapat rakyat itu memenuhi syarat yang dimaksud, maka Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan rancangan konstitusi hasil hak inisiatif rakyat itu menjadi konstitusi negara.
ATURAN PERALIHAN
Pasal
(1) Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.
(2) Semua lembaga negara yang ada masih tetap berfungsi sepanjang untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang Dasar dan belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.
ATURAN TAMBAHAN
Pasal
(1) Dengan ditetapkannya Undang-Undang Dasar ini, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berserta amandemennya tidak berlaku lagi.
(2) Dewan Perumus Peraturan Negara ditugasi untuk melakukan peninjauan terhadap semua Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk diratifikasi dan dibuatkan Peraturan Negara.
(3) Undang-undang lama yang sifatnya mengatur sistem ketatanegaraan, secepatnya diratifikasi oleh Dewan Perumus Peraturan Negara untuk dijadikan Peraturan Negara.
(4) DPR dan Perdana Menteri untuk selanjutnya dilarang membuat undang-undang baru yang sifatnya mengatur sistem ketatanegaraan.
Tanggal update: 26 Desember 2017.
Post a Comment
Post a Comment