Pokok-pokok Pikiran yang terkandung dalam Undang-undang Dasar (baru)

Pokok-pokok Pikiran yang terkandung dalam Undang-undang Dasar baru secara lengkap dan terperinci dapat dilihat pada Konsep-konsep UUD baru. Apa yang tertuang dalam dokumen ini merupakan pokok-pokok pikiran yang membedakan UUD baru dengan UUD 1945 asli dan hasil amandemen.

Pokok-pokok Pikiran ini adalah bagian yang terpisah dari Undang-undang Dasar (baru); karenanya tidak dapat dijadikan landasan hukum. Meskipun demikian, Pokok-pokok Pikiran ini dapat digunakan untuk membantu memahami Undang-undang Dasar dan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam membuat peraturan perundang-undangan di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Perbedaan mendasar dari UUD baru dibandingkan dengan UUD 45 hasil amandemen adalah sebagai berikut:
  • Menurunkan Pancasila kedalam dua hukum positif yakni Pedoman Ketatanegaraan Republik Indonesia dan Undang-Undang Dasar. Hal ini memungkinkan Undang-Undang Dasar dapat diubah dikemudian hari disesuaikan dengan tantangan masa depan bangsa Indonesia tanpa kehilangan ruh yang telah dibangun di dalam Pedoman Ketatanegaraan Republik Indonesia.
  • Menegakkan lima pilar NKRI sebagaimana yang digagas oleh Cak Nun: 1. Rakyat, 2. Kaum Intelektual, 3. Tentara Rakyat, 4. Kerajaan & Kesultanan, 5. Lembaga Agama [1]
  • Pemisahan yang tegas antara kekuasaan negara dengan kekuasaan pemerintahan dan melakukan purifikasi nomenklatur Presiden sebagai Kepala Negara dengan Perdana Menteri sebagai Kepala Pemerintahan.
  • Menjadikan kitab-kitab suci agama sebagai salah satu sumber rujukan dalam penyusunan peraturan perundang-undangan.
  • Menggunakan Prinsip Kedaulatan Tuhan tanpa mencederai Prinsip Kedaulatan Rakyat dan Demokrasi.
  • Melakukan purifikasi Kedaulatan Rakyat dengan membuka kesempatan yang seluas-luasnya partisipasi warga negara dalam pembuatan keputusan-keputusan politik dan dalam membangun kehidupan berbangsa dan bertanah air yang lebih baik.
  • Menambahkan 2 pilar baru Demokrasi dari 3 pilar yang sudah ada, yakni lembaga agama dan pers/media massa; serta melakukan purifikasi kekuasaan dan kewenangan masing-masing Pilar Demokrasi.
  • Membuat Undang-Undang Dasar yang lebih kokoh, yang dapat meminimalkan adanya penyelewengan arah kebijakannya di perundang-undangan yang berada di bawahnya.
NEGARA AGAMA DAN NEGARA YANG BERTUHAN

Ketika menjelaskan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa, Bung Karno, Bapak pendiri bangsa kita itu menjelaskan bahwa yang kita dirikan bukanlah negara agama, akan tetapi negara yang bertuhan, yakni negara yang melindungi hak-hak warga negaranya untuk memeluk agama yang mereka yakini dan menjadikan nilai-nilai agama sebagai sumber hukum. [1]

UUD Baru mengadopsi pemikiran Bung Karno mengenai negara yang bertuhan, dengan penafsiran sebagai berikut:
  • Agama Negara Republik Indonesia adalah Islam, Kristen (Protestan), Katolik, Hindu, Budha dan Khong Hu Cu (Confusius). Agama Negara adalah agama yang bersatus resmi sebagai identitas dan falsafah utama bangsa dan negara Republik Indonesia.
  • Negara menjadikan kitab suci agama negara sebagai salah satu sumber rujukan dalam penyusunan peraturan perundang-undangan.
  • Agama yang sah adalah agama negara dan agama lain yang ditetapkan sebagai agama yang sah oleh Peraturan Negara.
  • Negara menjamin kemerdekaan warga negara untuk memeluk agama yang diyakininya.
  • Negara membantu tumbuhkembangnya kehidupan beragama dengan mendirikan berbagai sarana dan prasarana ibadah setiap agama yang sah secara adil dan merata.
  • Negara menjadi pengayom/pelindung bagi terselenggaranya kehidupan beragama.
  • Negara mengatur berbagai gesekan yang mungkin timbul, seperti pendirian rumah ibadah, tatacara penyebaran agama yang tidak merugikan agama lain, dsb.
  • Negara bertindak adil terhadap semua agama dan tidak hanya mengutamakan agama mayoritas.
  • Pembubaran Lembaga Agama hanya bisa dilakukan melalui persidangan.
KEDAULATAN TUHAN DAN KEDAULATAN RAKYAT

Teori Kedaulatan Tuhan menyatakan bahwa kekuasaan tertinggi berada di tangan Tuhan sebagai asal segala sesuatu (causa prima). Kekuasaan yang berasal dari Tuhan itu diberikan kepada tokoh-tokoh negara terpilih, yang secara kodrati ditetapkan-Nya menjadi pemimpin negara dan berperan selaku wakil Tuhan di dunia. Teori ini umumnya dianut oleh raja-raja yang mengaku sebagai keturunan dewa, misalnya para raja Mesir Kuno, Kaisar Jepang, Kaisar China, Raja Belanda. Demikian pula dianut oleh para raja Jawa zaman Hindu yang menganggap diri mereka sebagai penjelmaan dewa Wisnu.

Sementara itu, Teori Kedaulatan Rakyat menyatakan bahwa kekuasaan tertinggi dalam suatu negara berada di tangan rakyat. Teori ini menjadi dasar dari negara-negara demokrasi. Penganut teori ini adalah John Locke, Montesquieu dan J.J Rousseau. Para pendukung demokrasi ini menggunakan slogan  "Vox Populi, Vox Dei", sebuah ungkapan dalam bahasa Latin yang artinya "suara rakyat adalah suara Tuhan.". Secara tidak langsung, mereka mengakui pemilik kekuasaan tertinggi adalah Tuhan, namun kemudian, Tuhan memberikan kekuasaan itu kepada rakyat. Dalam sistem ini, Kepala Negara ditunjuk oleh rakyat untuk mengelola negara atas nama rakyat.

Pada prakteknya, kedua teori di atas memiliki titik kelemahan. Sejarah menunjukkan ada banyak raja yang mengatasnamakan Tuhan untuk melakukan kezaliman; dan ada banyak kepala pemerintahan yang mengatasnamakan rakyat untuk melakukan kezaliman kepada rakyatnya sendiri.

Apapun sistemnya, pada akhirnya tergantung kepada manusia yang menjalaninya. Maka benarlah kiranya kata-kata John Emerich Edward Dalberg Acton (1834-1902), atau dikenal sebagai Lord Acton, “Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely...”, yang artinya "Kekuasaan cenderung korup, dan kekuasaan mutlak menghasilkan korup yang mutlak.."

Hal terbaik yang mungkin bisa lakukan adalah mengabungkan kebaikan kedua teori ini dan mencegah keburukannya dengan membuat perundang-undangan yang meminimalkan upaya terjadinya pemusatan kekuasaan pada pihak tertentu untuk mencegah penyalahgunaan wewenang.

Sebagai bangsa yang bertuhan, kita mengakui bahwa Tuhan adalah asal segala sesuatu (causa prima), termasuk kekuasaan. Jika rakyat dapat menemukan orang yang telah mencapai derajat Manunggaling Kawula Gusti [2], dan memiliki jiwa kenegarawanan, kemudian dia ditunjuk sebagai Kepala Negara, maka kemungkinan penyalahgunaan wewenang dapat diminimalkan.

PRESIDEN DAN RAKYAT

Sekalipun kita menganut Teori Kedaulatan Tuhan, kita juga menganut prinsip Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan. Pada sistem ini, hubungan antara Presiden dan rakyat dapat digambarkan sebagai berikut:
  • Rakyat yang menentukan siapa yang menjadi Presiden, akan tetapi tidak semua orang diperkenankan untuk mencalonkan diri sebagai Calon Presiden. Hanya negarawan yang telah mencapai derajat Manunggaling Kawula Gusti [2] yang boleh mencalonkan diri.
  • Presiden memiliki kekuasaan membuat Peraturan Negara; pada saat yang sama, rakyat juga memiliki hak untuk menolak Peraturan Negara itu dengan menggunakan jajak pendapat. Dengan demikian, Negara terhindar dari penyalahgunaan wewenang oleh Presiden.
  • Pengertian yang terkandung dalam Manunggaling Kawula Gusti adalah menyatunya cipta, rasa, karsa, dan karya dengan kehendak Tuhan. Dengan demikian jika negara dipimpin oleh orang yang demikian ini, kecil kemungkinan orang ini melakukan hal-hal yang dilarang-Nya.
JAJAK PENDAPAT DAN PERWAKILAN

Pelaksanaan prinsip kedaulatan rakyat dapat dilakukan melalui demokrasi langsung maupun demokrasi perwakilan. Kedua sistem demokrasi ini hendaknya dipakai untuk meminimalkan terjadinya penyalahgunaan wewenang lembaga perwakilan yang berlebihan.
  • Dalam hal pemilihan Presiden, rakyat menggunakan demokrasi langsung. Calon Presiden diusulkan oleh sedikitnya 1 juta warga negara yang memiliki hak pilih (yakni melalui jajak pendapat) sebelum pelaksanaan pemilihan umum. Kemudian rakyat memilih secara langsung calon yang dikehendaki mereka.
  • Dalam hal pemilihan Perdana Menteri, rakyat menggunakan demokrasi langsung dan tidak langsung. Pasangan calon Perdana Menteri dan Wakil Perdana Menteri diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum. Kemudian rakyat memilih secara langsung calon yang disodorkan oleh partai politik ini.
  • Setiap warga negara dapat berpartisipasi aktif dalam merumuskan Peraturan Negara melalui jajak pendapat. Sementara itu, warga negara mewakilkan perumusan Undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
  • Setiap warga negara dapat berpartisipasi aktif dalam mengkritisi kebijakan negara/pemerintah melalui jajak pendapat.
  • Negara menjamin hak setiap orang untuk berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
PRESIDEN DAN PERDANA MENTERI

Selama ini, yang berlaku adalah Presiden memiliki kewenangan sebagai Kepala Negara dan sekaligus Kepala Pemerintahan. Pemusatan kekuasaan disatu orang ini menimbulkan banyak masalah, untuk itu kita perlu melakukan purifikasi nomenklatur dimana Presiden adalah Kepala Negara dengan Perdana Menteri adalah Kepala Pemerintahan. Dengan demikian kekuasaan dipegang oleh dua orang yang berbeda.
  • Kepala Negara adalah pemegang kekuasaan tertinggi, oleh karena itu kita perlu seorang Presiden yang bersikap negarawan, yang mampu berdiri di atas semua kepentingan politik, ekonomi, budaya, dan agama. Untuk itu, kita memberikan syarat "Calon Presiden adalah seorang negarawan yang dibuktikan dengan surat pernyataan dari 3 tokoh raja atau sultan".
  • Pada saat yang sama kita juga harus mengakui adanya banyak kepentingan politik di dalam masyarakat. Untuk itu, negara juga harus menjamin warga negara untuk mendirikan partai politik dan memperjuangkan kepentingan mereka itu dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk menduduki jabatan paling tinggi sebagai Perdana Menteri yang memiliki kewenangan sebagai Kepala Pemerintahan. Dengan demikian jabatan Perdana Menteri tidak mensyaratkan seorang negarawan.
PERDANA MENTERI DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

Dewan Perwakilan Rakyat adalah tempat dimana rakyat yang memiliki berbagai kepentingan politik, ekonomi, sosial, dan budaya memperjuangkan kepentingan mereka itu dengan mengunakan sarana partai politik.

Sistem yang ada dalam Dewan Perwakilan Rakyat, membuka kesempatan kepada yang mayoritas untuk lebih didengar daripada yang minoritas. Akan tetapi yang minoritas juga memiliki kesempatan memperjuangkan suara mereka untuk didengarkan dan mungkin dipakai sebagai landasan kebijakan jika mampu mempengaruhi yang mayoritas.

Satu atau beberapa partai politik dapat melakukan koalisi agar Calon Perdana Menteri/Wakil yang mereka sodorkan kepada rakyat dipilih dan kemudian menjabat menjadi Perdana Menteri/Wakil yang dengan demikian mereka dapat memperjuangkan kepentingan mereka. Sementara itu partai-partai politik yang kalah akan menjadi partai oposisi yang mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah. 

Dalam suasana pertarungan kepentingan seperti itu, kita perlu membuat sistem yang menjamin keadilan dan semua pihak mematuhi aturan permainan. Sementara itu sistem yang ada juga harus menjamin kepentingan negara tidak dikalahkan oleh kepentingan golongan.

PERATURAN NEGARA DAN UNDANG-UNDANG

Dalam UUD yang baru ini, Peraturan Negara adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Presiden dalam rangka menciptakan sistem ketatanegaraan yang dijiwai oleh Pancasila dan Pedoman Ketatanegaraan Republik Indonesia. Sementara itu, Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Perdana Menteri.

Hal-hal yang atur dalam peraturan negara terutama adalah rincian UUD. Sebagai contoh, UUD berisi beberapa ayat saja mengenai bendera negara, yakni hal-hal yang pokok:

(1) Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih.
(2) Setiap orang yang merusak, merobek, menginjak-injak, membakar, atau melakukan perbuatan lain dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Bendera Negara dapat dikenai sanksi hukum.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan Bendera Negara diatur dalam Peraturan Negara.

Selanjutnya, dibuatlah Peraturan Negara mengenai bendera yang memuat aturan rinci: bagaimana ukurannya, kapan dipergunakan, dsb. Dengan demikian membuat UUD tetap kompak tetapi mengikat, sementara hal-hal lain yang boleh jadi berubah dimasa yang akan datang ditempatkan ke dalam Peraturan Negara.

Untuk mengimbangi kewenangan Presiden dalam membuat Peraturan Negara, Setiap warga negara diberi kebebasan untuk turut serta merumuskan atau menolak Peraturan Negara melalui jajak pendapat.

Undang-undang hasil kompromi antara Dewan Perwakilan Rakyat dengan Perdana Menteri, yang berisi kebijakan pemerintahan sesuai dengan situasi dan kondisi saat itu.  Walaupun demikian isi Undang-undang tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Negara.

PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

Dalam UUD baru ini, pokok-pokok pikiran mengenai otonomi daerah diadopsi dari UUD 45 hasil amandemen, dengan beberapa perbedaan sebagai berikut:
  • Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara, bukan pemerintah. Dengan demikian, pemanfaatan semua sumber daya alam yang ada di sebuah daerah adalah hak dan wewenang negara, bukan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
  • Daerah memiliki kewenangan penuh untuk memilih rujukan Peraturan Negara atau Undang-undang dalam mengatur daerahnya masing-masing.
  • Masing-masing daerah didorong untuk berdikari, sedapat-dapatnya menggunakan produk lokal dan tidak tergantung kepada daerah lain untuk memenuhi kebutuhan mereka.
KERATON

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, yang terdiri dari berbagai suku bangsa, budaya, agama, ras, dan bahasa. Masing-masing suku bangsa memiliki adat istiadat, kesenian, kekerabatan, bahasa, dan bentuk fisik yang berbeda satu dengan yang lain.

Selama ini eksistensi kemajemukan itu dikelola oleh keraton, yaitu organisasi kekerabatan yang dipimpin oleh Raja/Sultan atau sebutan lain yang menjalankan fungsi sebagai pusat pelestarian dan pengembangan adat budaya dan nilai-nilai sosial budaya yang terkandung di dalamnya, serta mengayomi lembaga dan anggota masyarakat adat.

Keraton adalah sumber tradisi, budaya dan nilai-nilai yang menjadi identitas kepribadian dan jati diri bangsa. Oleh kerenanya, negara berkewajiban untuk menyelamatkan, melestarikan, dan mengembangkan Keraton.

Mengingat pentingnya keberadaan keraton, maka dalam UUD yang baru, semua Raja dan Sultan secara otomatis menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat, dan Presiden secara otomatis menjadi maharaja yang membawahi semua raja dan sultan.
  • Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri dari Perdana Menteri, para Ketua Partai Politik, para Ketua Lembaga Agama Resmi, Ketua Dewan Pers, Ketua Mahkamah Agung, para Raja/Sultan.
  • Seluruh Kerajaan dan Kesultanan yang ada di Indonesia berada dalam koordinasi Dewan Kerajaan yang dipimpin oleh Presiden.
  • Presiden sekaligus menjadi maharaja di Indonesia, membawahi semua kerajaan dan kesultanan.
  • Dewan Kerajaan bertanggung jawab menjaga warisan sejarah dan budaya semua kerajaan dan kesultanan.
LEMBAGA AGAMA DAN PERS/MEDIA MASSA

Dalam Pedoman Ketatanegaraan yang baru kita menganut Prinsip Pemisahan Kekuasaan Dan Perimbangan Kekuasaan:

(1) Negara Indonesia adalah negara demokrasi dengan 5 pilar: eksekutif, legislatif, yudikatif, lembaga agama, pers/media massa.
(2) Terdapat pemisahan kekuasaan yang jelas dan setara diantara 5 pilar itu.

Demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana semua warga negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi—baik secara langsung atau melalui perwakilan—dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum.

Dalam sebuah negara yang berdaulat harus harus dipisahkan antara dua atau lebih kesatuan kuat yang bebas, mencegah satu orang atau kelompok mendapatkan kuasa yang terlalu banyak. Pemisahan kekuasaan merupakan suatu cara pembagian dalam tubuh negara agar tidak ada penyalahgunaan kekuasaan. Pemisahan kekuasaan juga merupakan suatu prinsip normatif bahwa kekuasaan-kekuasaan itu sebaiknya tidak diserahkan kepada orang yang sama, untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa.

Pada umumnya, negara-negara demokrasi menganut paham trias politica, yakni pemisahan kekuasaan antara 3 pilar demokrasi yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif. Kita perlu menambahkan 2 pilar lagi, yaitu lembaga agama, pers/media massa:

Pemuka agama dan umatnya adalah sumber kekuasaan yang bisa dipergunakan untuk mengontrol kekuasaan negara dan pemerintah. Demikian pula pers/media massa. Untuk itu kita perlu mengatur 5 pilar demokrasi ini dengan menempatkannya secara sejajar dibawah kendali Presiden dan memastikan satu pilar demokrasi tidak dalam posisi tersandera oleh pilar yang lain sebagaimana yang selama ini terjadi.

ANGKATAN BERSENJATA

Tentara dan Kepolisian adalah alat negara yang berfungsi mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara, menjaga kemanan dan ketertiban masyarakat, serta menegakkan hukum. Agar dapat menjalankan fungsinya secara benar, Tentara dan Kepolisian dipisahkan dari pemerintah dan berada dalam koordinasi ABRI yang bertanggung jawab kepada Presiden.

Posisi ABRI ini sejajar dengan lembaga negara yang lain, yakni Pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat, Mahkamah Agung, dll.

CATATAN KAKI:
[1] Prinsip Ketuhanan Menurut Bung Karno.
[2] Manunggaling Kawula Gusti adalah derajat kedekatan seorang hamba dengan Tuhannya sedemikian sehingga Tuhan mencintainya dan segala pikiran, ucapan dan tindakannya selaras dengan kehendak Tuhan.

Tanggal update: 23 Desember 2017.