Konsep UUD - Mahkamah Konstitusi

Menurut sistem ketatanegaraan indonesia yang baru, apa yang dimaksud dengan konstitusi adalah Pancasila, Pedoman Ketatanegaraan, dan Undang-Undang Dasar. Konstitusi berlaku sebagai adalah grundnorm atau highest norm, yang artinya segala peraturan perundang-undangan yang berada dibawahnya tidak boleh bertentangan dengan apa yang sudah diatur dalam konstitusi.
Dalam negara yang memegang prinsip kedaulatan di tangan Tuhan dan sekaligus prinsip kerakyatan, konstitusi adalah perjanjian agung antara Tuhan dan rakyat. Melalui konstitusi, rakyat membuat pernyataan kerelaan memberikan otoritas kepada Kepala Negara (wakil Tuhan) dan jajarannya untuk mengelola negara. Untuk mencegah terjadinya segala bentuk penyimpangan baik oleh pemegang kekuasaan maupun aturan hukum di bawah konstitusi terhadap konstitusi, maka dibuatlah sebuah badan yang disebut dengan Mahkamah Konstitusi.
GAGASAN PEMBENTUKAN MAHKAMAH KONSTITUSI
Gagasan pembentukan Mahkamah Konstitusi merupakan sebuah perkembangan pemikiran hukum dan ketatanegaraan pada abad ke 20-ini. Demokrasi, yang digadang-gadang sebagai solusi ketatanegaraan modern, ternyata menimbulkan ekses terjadinya krisis konstitusional. Gesekan kepentingan di dalam masyarakat demokratis, dapat melahirkan terbentuknya peraturan perundang-undangan yang tidak lagi dijiwai oleh konstitusi. Krisis konstitusional ini sudah mengarah kepada pengingkaran terhadap otoritas konstitusi.
Dalam perkembangannya, gagasan pembentukan Mahkamah Konstitusi dilandasi upaya serius memberikan perlindungan terhadap hak-hak konstitusional warga negara dan semangat penegakan konstitusi sebagai grundnorm atau highest norm, yang artinya segala peraturan perundang-undangan yang berada dibawahnya tidak boleh bertentangan dengan apa yang sudah diatur dalam konstitusi.
TUGAS DAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI
Mahkamah Konstitusi (MK) didesain menjadi pengawal dan sekaligus penafsir konstitusi melalui putusan-putusannya. MK dibentuk dengan tujuan untuk menjamin tidak akan ada lagi produk hukum yang keluar dari koridor konstitusi sehingga hak-hak konstitusional warga negara terjaga dan konstitusi itu sendiri terkawal konstitusionalitasnya.
MK diberi kewenangan oleh Undang-undang Dasar untuk melakukan judicial review, untuk menguji apakah suatu peraturan perundang-undangan/pendapat rakyat bertentangan atau tidak dengan konstitusi (Pancasila, Pedoman Ketatanegaraan, dan Undang-Undang Dasar). Jika suatu peraturan perundang-undangan/pendapat rakyat atau salah satu bagian daripadanya dinyatakan terbukti tidak selaras dengan konstitusi, maka produk hukum itu akan dibatalkan MK. Diharapkan, melalui kewenangan judicial review ini, MK dapat menjalankan fungsinya mengawal agar tidak lagi terdapat ketentuan hukum yang keluar dari koridor konstitusi.
Kewenangan lain dari MK adalah (1) memutus sengketa antarlembaga negara, (2) memutus pembubaran partai politik, dan (3) memutus sengketa hasil pemilu. Ketiga kewenangan ini memungkinkan adanya mekanisme untuk keluar dari permasalahan-permasalahan yang tidak bisa diselesaikan melalui proses peradilan biasa.
a. Pengujian Peraturan Perundang-undangan/Pendapat Rakyat terhadap Konstitusi
Peraturan negara dibuat oleh Dewan Perumus Peraturan Negara yang bebas kepentingan politik. Akan tetapi isi peraturan negara mungkin saja mengandung hal-hal yang merugikan masyarakat dan atau tidak sejalan dengan konstitusi.
Undang-undang dan semua peraturan perundang-undangan dibawahnya adalah produk politik yang biasanya merupakan kristalisasi kepentingan-kepentingan politik para pembuatnya. Sebagai produk politik, isinya mungkin saja mengandung kepentingan yang tidak sejalan atau melanggar konstitusi.
Pendapat rakyat, sekalipun mendapatkan dukungan besar dari warga negara, isinya mungkin saja mengandung kepentingan yang tidak sejalan atau melanggar konstitusi.
Melalui kewenangan judicial review, MK dapat menguji apakah peraturan negara, undang-undang dan semua peraturan perundang-undangan dibawahnya, serta pendapat rakyat selaras dengan konstitusi. Judicial review juga diperlukan untuk menguji prinsip hirarki hukum, dimana isi peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan atau tidak mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berada di atasnya.
b. Sengketa Kewenangan Konstitusional Antar Lembaga Negara
Hubungan satu lembaga negara dengan lembaga negara lainnya menganut prinsip check and balances, yang berarti sederajat tetapi saling mengendalikan satu sama lain. Sebagai akibat relasi yang demikian itu, sangat mungkin terjadi perbedaan penafsiran dalam menjalankan amanat konstitusi yang berakibat terjadi benturan kewenangan diantara lembaga negara tersebut. MK dalam hal ini, dapat menjadi penengah yang adil untuk menyelesaikannya.
c. Pembubaran Partai Politik
Partai politik dapat dibubarkan oleh MK jika terbukti ideologi, asas, tujuan, program dan kegiatannya bertentangan dengan Pancasila, Pedoman Ketatanegaraan, Undang-Undang Dasar, dan Peraturan Negara. Kewenanangan pembubaran partai politik diberikan kepada MK dengan maksud agar negara/pemerintah tidak terjebak pada otoritarianisme dan arogansi, tidak demokratis, dan berujung pada pengebirian kehidupan perpolitikan yang sedang dibangun.
d. Pembubaran Dewan Perwakilan Rakyat
Dewan Perwakilan Rakyat hanya dapat dibubarkan melalui mekanisme pendapat rakyat yang didukung oleh lebih dari lima puluh persen warga negara yang memiliki hak pilih dengan sebab-sebab yang diatur dalam Peraturan Negara. MK diberi kewenangan untuk memutuskan apakah pendapat rakyat yang diajukan memiliki dasar-dasar yang dapat dibenarkan secara hukum.
e. Perselisihan Hasil Pemilu
Hasil pemilu bisa memicu perselisihan antara KPU (Komisi Pemilihan Umum) dengan peserta pemilu apabila penetapan perolehan suara hasil pemilu secara nasional oleh KPU mempengaruhi perolehan kursi partai politik peserta pemilu di satu daerah pemilihan, penetapan pasangan calon yang masuk pada putaran kedua pemilihan Perdana Menteri/Wakil Perdana Menteri serta terpilihnya pasangan Perdana Menteri/Wakil Perdana Menteri, atau terpilihnya Presiden.
PASAL-PASAL UUD
Pasal
(1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang Dasar dan Pendapat Rakyat terhadap Pancasila, Pedoman Ketatanegaraan, dan Undang-Undang Dasar; memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar dan Peraturan Negara; memutus pembubaran partai politik; memutus pembubaran Dewan Perwakilan Rakyat; dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Pasal
(1) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat rakyat mengenai dugaan pelanggaran hukum oleh Presiden, Perdana Menteri, Wakil Perdana Menteri, atau Dewan Perwakilan Rakyat menurut Undang-Undang Dasar.
(2) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran hukum oleh Perdana Menteri dan/atau Wakil Perdana Menteri menurut Undang-Undang Dasar.
Pasal
(1) Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang dipilih dan diangkat oleh Presiden.
(2) Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
(3) Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara.
(4) Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur dalam Peraturan Negara.
Konsep UUD adalah dokumen yang berisi beberapa pasal/ayat Undang-undang Dasar yang membahas topik tertentu disertai dengan penjelasannya. Sekalipun Konsep UUD adalah dokumen yang terpisah dari UUD, dokumen ini dapat dijadikan panduan dalam memahami pasal/ayat dalam UUD.
Terakhir diupdate: 26 Desember 2017.